SUATU HARI saya diingatkan, kalau ingin hidup sehat, konsumsilah makanan yang sehat. Diantaranya, makanlah sayuran atau buah-buahan yang ada ulatnya, karena sayuran dan buah-buahan yang ada ulat itu umumnya bebas dari pestisida. Kalau beli ikan asin misalnya beli jugalah yang ada ulatnya, karena ikan asin yang ada latnya itu bebas dari zat pengawet, seperti formalin yang biasa digunakan untuk pengawet mayat, atau zat pengawet lainnya.
Kasus pestisida dan zat pengawet itu hanyalah sebagian kecil dari pola kehidupan atau peradaban manusia yang sangat mempengaruhi kerusakan alam beserta isinya. Masih banyak kasus lainnya, seperti penangkapan ikan dan terumbu karang yang memakai bom, pembabatan dan pembakaran hutan yang mengakibatkan kekeringan, meningkatnya CO2. Pemakaian kendaraan tanpa memikirkan emisi gas buang yang akan meningkatkan polusi udara dan masih banyak kasus lainnya.
Kasus demi kasus perusakan lingkungan dan alam semesta ini terus terjadi dari dulu hingga sekarang bahkan juga ke depannya. Bahkan tanpa disadari manusia pun sebenarnya telah melakukan ecological suciede atau bunuh diri dengan cara merusak alam.
Banyak hal yang menyebabkan semua itu. Sejumlah ahli demografi mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya Ecological Suciede ini, karena jumlah Jumlah manusia di planet bumi sebenarnya sudah melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Untuk itu, harus ada upaya sungguh-sungguh agar pertumbuhan penduduk dapat terkendali karena planet ini sudah tidak mampu lagi menampung penduduk lebih banyak lagi.
Terjadinya perubahan iklim akibat ledakan penduduk berakibat buruk bagi produksi pangan, sehingga tidak heran kalau kita melihat di di beberapa daerah di Indonesia misalnya atau di berbagai belahan dunia terlihat miliaran penduduk terancam kelaparan.
Bahkan, Prof. Dr. John Beddington, Chief Scientific Adviser British Gov’t, seperti disampaikan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan kesehatan Reproduksi BKKBN, Dr Ida Bagus Permana, dalam Seminar dan Konsolidasi Nasional Ikatan Penulis Keluarga Berencana beberapa waktu lalu itu, mengatakan bahwa akibat perubahan iklim dan ledakan penduduk, menjelang tahun 2030 akan terjadi kelangkaan pangan, air, dan energi yang luar biasa yang memicu kerusuhan sosial dan konflik internasional karena akan terjadi migrasi besar-besaran dari daerah yang paling terkena dampak.
Ini pun dipertegas oleh Jeffrey D. Sachs dalam bukunya ‘’Common wealth’’ bahwa ada empat tantangan berat di dekade mendatang, yakni: Soal Pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Laju pertumbuhan penduduk. Pengentasan kemiskinan. Kebuntuan politik yang menghalangi kerjasama global.
Tesis ini cukup beralasan, apalagi Thomas Robert Malthus mengatakan , ‘’ Penduduk meningkat seperti deret ukur, sementara produksi pangan meningkat seperti deret hitung.’’
Kondisi seperti inilah yang mengakibatkan manusia selalu mencari peluang sumber pangan, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Akibatnya berbagai bencana terjadi kekeringan, tanah longsor, meningkatnya pemanasan bumi, kebakaran hutan dan sebagainya.
Lantas, apakah ada cara mengatasinya? jawabnya tentu ada. Salah satunya dengan cara mengendalikan pertumbuhan penduduk dunia, termasuk di Indonesia dan Riau. Sebab, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mempunyai kontribusi besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang bisa berujung pada “ekosida.’’
Makanya perlu pemahaman yang sama dari segenap komponen bangsa tentang penting dan strategisnya Program Kependudukan dan KB bagi pembangunan saat ini dan bagi pembangunan berkelanjutan di masa depan.
Kepedulian ini pun sebenarnya harus dimulai oleh pasangan keluarga di rumah tangga. Dengan kata lain, tidak perlu jumlah anggota keluarga banyak, kalau hanya jadi masalah di kemudian hari.
Langkah lainnya melakukan gerakan penghijauan guna meminimalisir peningkatan CO2, seperti yang dilaksanakan Riau Pos, sejak beberapa waktu lalu dengan yayasan save the erath yang peduli terhadap lingkungan.
Setelah melakukan gerakan penghijauan di kawasan waduk PLTA Kotopanjang, Kabupaten Kampar, hari ini (Sabtu 21 Februari 2010) Riau Pos pun melakukan hal yang sama di Pekanbaru, bekerja sama dengan Kwarda Gerakan Pramuka Riau.
Ini salah satu wujud kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. mari kita selamatkan dunia, selamatkan anak cucu kita ke depan. Jangan lagi terjadi Ecological Suciede, hanya gara-gara ingin memenuhi kebutuhan hidup.***
note: sudah dimuat di Riau Pos edisi 21 Februari 2010.