Gunakanlah Kondom Demi Keutuhan Keluarga
Kondom memiliki dua fungsi, sebagai alat kontrasepsi juga alat memproteksi diri dari penularan penyakit menular. Jangan suka jajan di luar, ingat istri dan anak menunggu anda di rumah. Ciptakanlah norma keluarga kecil bahagia sejahtera. Ingat keluarga kecil berkualitas dan sukses akan lebih baik dari pada keluarga besar tapi morat marit. Selamat menyongsong Hari Keluarga Nasional 2008.
Catatan Yasril
Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Riau.
GELAK tawa yang terpingkal-pingkal muncul dari mulut para tukang ojek saat pembicara pelatihan tentang HIV/AIDS memperagakan alat kontrasepsi kondom beberapa waktu lalu. Meski bukan barang asing baru para tukang ojek yang umumnya merupakan kelompok usia produktif, namun sebagian besar mengaku baru pertama kali ini mereka memahami fungsi ganda kondom dalam keutuhan rumah tangga.
Salah seorang tukang ojek mengaku bernama Jhoni mengatakan, sebenarnya ia sudah kenal dengan alat kontrasepsi kondom. Bahkan juga pernah menggunakan untuk melakukan hubungan intim dengan pasangannya. Ia pun mengaku untuk mendapatkannya tidaklah begitu sulit, sebab barang yang satu ini dijual bebas di toko-toko obat, apotik, supermarket dan sebagainya, harganya pun murah dan berpasiasi.
''Tapi bang, ini pertama kali aku tahu kegunaan kondom sesungguhnya,'' kata lelaki mengaku telah memiliki istri dan beranak satu ini.
Jhoni yang mengaku berprofesi sebagai tukang ojek dan bekerja hingga larut malam ini nampaknya menyadari tentang tantangan yang ia hadapi dalam bekerja. Sebab berdasarkan pengakuannya, yang ia bonceng siang malam itu sangat beragam, mulai dari pelajar, mahasisawi/i, karyawan bahkan juga para pekerja seksual komersil (PSK) dengan tubuh montok menggoda.
''Betul juga yang disampaikan pembicara itu bang. Maklum namanya juga manusia, mana tahu di antara kami ada yang khilaf. Tapi siap dengan kondom ada juga baiknya, setidaknya terhindar dari kemungkinan penyakit seks menular itulah,'' paparnya dengan logat kedaerahan yang kental.
Tampilnya anggota Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Dra Rosmawati Apt, MSi, dengan gaya yang kocak dan seplas-ceplos ternyata membawa daya tarik tersendiri bagi para tukang ojek yang mengikuti pelatihan sehari itu. Para tukang ojek itu pun tak menyangka, kalau yang akan tampil itu adalah seorang wanita yang selama ini menjadi objek dari penggunaan alat kontrasepsi itu sendiri.
Gelak tawa bergema saat penayangan alat peraga yang terkait dengan kesehatan alat reproduksi. Namun demikian mereka pun terperangah saat penayangan akibat yang ditimbulkan dari kehidupan seks bebas, terlebih lagi pembicara pun mengungkap data-data falit, baik terkait pengidap HIV/AIDS sedunia, se Indonesia dan di Riau sendiri,termasuk di Pekanbaru sendiri.
Menurur anggota KPA Riau Rosmawati, daerah ini sangat potensial dalam penyebaran HIV/AID. Beberapa factor penyebabnya antara lain, Semakin pesatnya perkembangan kota, berkembangnya industri perkebunan, sehingga terjadi mobilitas penduduk yang tinggi diikuti juga makin berkembangnya tempat-tempat hiburan berisiko.
Selain itu, paparnya, juga didukung faktor kedekatan Riau secara geografis dengan Negara tetangga yang mempunyai infeksi HIV/AIDS yang cukup tinggi, seperti Thailand, Singapura dan Malaysia. Dengan kedekatan geografis ini menyebabkan kemudahan dinamika pergeakan penduduk. Pariwisata yang selama ini dinyatakan sebagai salah satu cara untuk mendatangkan devisa juga merupakan salah satu pintu masuk kasus HIV/AIDke daerah ini.
Rosmawati pun mengungap bahwa kasus HIV/AID yang pertama kali ditemukan di Riau,pada tahun 1992 diKota Dumai. Sejak itu angka komulatif pengidap HIV/AIDS di Riau makin meningkat hingga tahun 2008 ini.
''Perlu diingat, data ini terungkap dari hasil pemeriksaan pasien itu sendiri. Coba anda bayangkan, berapa banyak yang belum mau memeriksakan diri. Ini ibarat gunung es, yang nampak itu baru secuil, tapi penderita itu sendiri sangat banyak, dan bukan tidak mungkin diantaranya juga ada yang berasal dari tukang ojek, karena tuntutan dan tantangan pekerjaan,'' ujar Rosmawati ketika itu.
Mendengar paparan itu,para tukang ojek pun terperangah,apa lagi saat diungkap profesi dari pengidap HIV/AIDS di Riau itu di antaranya ada berasal dari kalangan wiraswasta/swasta, mahasiswa, buruh/pekerja, PSK, pelaut, narapidana.
Untuk itu Kepala BKKBN Riau, DrsH Marlis Alamsa yang sehari-harinya juga dikenal sebagai perlu menjaga keutuhan keluarga yang dimulai dari hal-hal yang kecil. Namun jika dibiarkan atau diabaikan, akan bisa berakibat fatal dalam menjaga kelangsungan rumah tangga. Ia pun menjelaskan misi dari program keluarga berencana, tidak lagi semata-mata menyarankan penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom, IUD, pil vasektomi dan tubektomi kepada setiap keluarga Indonsia, tapi lebih jauh lagi, bagaimana upaya untuk menciptakan keluarga yang berkualitas, baik dari sisi ekonomi maupun non ekonomi.
Salah satu caranya, kata Marlis adalah dengan membangun setiap keluarga Indonesia untuk memiliki anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya melalui pengembangan kebijakan, penyediaan layanan promosi, fasilitasi, perlindungan, informasi kependudukan dan keluarga, serta penguatan kelembagaan dan jejaring KB.
Sebuah keluarga bisa dikatakan berkualitasatau sejahtera bila kebutuhan hidupnya terpenuhi. Dan ini bisa terlaksana dengan cara membuat perencanaan dalamkeluarga, salah satunya membentuk keluarga kecil dengan jumlah anak ideal. ''Logikanya, keluarga kecil yang memiliki jumlah anak sedikit akan lebih baik dibanding keluarga yang jumlah anaknya banyak dan kehidupan ekonomi keluarganya morat marit,'' kata Marlis Alamsa.
Salah satu caranya, membuat perencanaan dalam mengatur jarak kelahiran anak, metodanya tentulah ber-KB dan pakai alat kontrasepsi. Selama ini yang selalu jadi sasaran KB itu adalah kaum ibu, sekarang kita ingin melihat peran kaum bapak atau pria. Kondom ini, paparnya, (Marlis mengangkat alat kontrasepsi) bukan hanya sebagai alat kontarsepsi belaka, tapi berfungsi ganda dalam mencegah penularan penyakit seks. Sebab,betapa banyak kasus-kasus penyakit menular, seperti HIV/AIDS, raja singa dan sebagainya muncul akibat kehidupan seks bebas tanpa terlebih dahulu memproteksi diri.
''Mungkin kalau yang kena hanya bapak-bapak saja takmasalah, tapi setelah bapak berhubungan di luar tanpa proteksi diri dan selanjutnya melakukan hal sama dengan istri di rumah, istri akan ikut terkena tularan. Yang lebih parah lagi, kalau itu mengenai ibu yang tengah menyusukan, akan bisa berdampak buruk pada bayi yang disusui ibu tersebut. Makanya saya sarankan, mulailah dari sekarang menggunakan alat kontrasepsi itu. Ini bukan memaksa, tapi hanya sebatas saran demi keutuhan keluarga,'' ujarnya.
Kondom memiliki dua fungsi, sebagai alat kontrasepsi juga alat memproteksi diri dari penularan penyakit menular. Jangan suka jajan di luar, ingat istri dan anak menunggu anda di rumah. Ciptakanlah norma keluarga kecil bahagia sejahtera. Ingat keluarga kecil berkualitas dan sukses akan lebih baik dari pada keluarga besar tapi morat marit. Selamat menyongsong Hari Keluarga Nasional 2008.
Catatan Yasril
Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Riau.
GELAK tawa yang terpingkal-pingkal muncul dari mulut para tukang ojek saat pembicara pelatihan tentang HIV/AIDS memperagakan alat kontrasepsi kondom beberapa waktu lalu. Meski bukan barang asing baru para tukang ojek yang umumnya merupakan kelompok usia produktif, namun sebagian besar mengaku baru pertama kali ini mereka memahami fungsi ganda kondom dalam keutuhan rumah tangga.
Salah seorang tukang ojek mengaku bernama Jhoni mengatakan, sebenarnya ia sudah kenal dengan alat kontrasepsi kondom. Bahkan juga pernah menggunakan untuk melakukan hubungan intim dengan pasangannya. Ia pun mengaku untuk mendapatkannya tidaklah begitu sulit, sebab barang yang satu ini dijual bebas di toko-toko obat, apotik, supermarket dan sebagainya, harganya pun murah dan berpasiasi.
''Tapi bang, ini pertama kali aku tahu kegunaan kondom sesungguhnya,'' kata lelaki mengaku telah memiliki istri dan beranak satu ini.
Jhoni yang mengaku berprofesi sebagai tukang ojek dan bekerja hingga larut malam ini nampaknya menyadari tentang tantangan yang ia hadapi dalam bekerja. Sebab berdasarkan pengakuannya, yang ia bonceng siang malam itu sangat beragam, mulai dari pelajar, mahasisawi/i, karyawan bahkan juga para pekerja seksual komersil (PSK) dengan tubuh montok menggoda.
''Betul juga yang disampaikan pembicara itu bang. Maklum namanya juga manusia, mana tahu di antara kami ada yang khilaf. Tapi siap dengan kondom ada juga baiknya, setidaknya terhindar dari kemungkinan penyakit seks menular itulah,'' paparnya dengan logat kedaerahan yang kental.
Tampilnya anggota Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Dra Rosmawati Apt, MSi, dengan gaya yang kocak dan seplas-ceplos ternyata membawa daya tarik tersendiri bagi para tukang ojek yang mengikuti pelatihan sehari itu. Para tukang ojek itu pun tak menyangka, kalau yang akan tampil itu adalah seorang wanita yang selama ini menjadi objek dari penggunaan alat kontrasepsi itu sendiri.
Gelak tawa bergema saat penayangan alat peraga yang terkait dengan kesehatan alat reproduksi. Namun demikian mereka pun terperangah saat penayangan akibat yang ditimbulkan dari kehidupan seks bebas, terlebih lagi pembicara pun mengungkap data-data falit, baik terkait pengidap HIV/AIDS sedunia, se Indonesia dan di Riau sendiri,termasuk di Pekanbaru sendiri.
Menurur anggota KPA Riau Rosmawati, daerah ini sangat potensial dalam penyebaran HIV/AID. Beberapa factor penyebabnya antara lain, Semakin pesatnya perkembangan kota, berkembangnya industri perkebunan, sehingga terjadi mobilitas penduduk yang tinggi diikuti juga makin berkembangnya tempat-tempat hiburan berisiko.
Selain itu, paparnya, juga didukung faktor kedekatan Riau secara geografis dengan Negara tetangga yang mempunyai infeksi HIV/AIDS yang cukup tinggi, seperti Thailand, Singapura dan Malaysia. Dengan kedekatan geografis ini menyebabkan kemudahan dinamika pergeakan penduduk. Pariwisata yang selama ini dinyatakan sebagai salah satu cara untuk mendatangkan devisa juga merupakan salah satu pintu masuk kasus HIV/AIDke daerah ini.
Rosmawati pun mengungap bahwa kasus HIV/AID yang pertama kali ditemukan di Riau,pada tahun 1992 diKota Dumai. Sejak itu angka komulatif pengidap HIV/AIDS di Riau makin meningkat hingga tahun 2008 ini.
''Perlu diingat, data ini terungkap dari hasil pemeriksaan pasien itu sendiri. Coba anda bayangkan, berapa banyak yang belum mau memeriksakan diri. Ini ibarat gunung es, yang nampak itu baru secuil, tapi penderita itu sendiri sangat banyak, dan bukan tidak mungkin diantaranya juga ada yang berasal dari tukang ojek, karena tuntutan dan tantangan pekerjaan,'' ujar Rosmawati ketika itu.
Mendengar paparan itu,para tukang ojek pun terperangah,apa lagi saat diungkap profesi dari pengidap HIV/AIDS di Riau itu di antaranya ada berasal dari kalangan wiraswasta/swasta, mahasiswa, buruh/pekerja, PSK, pelaut, narapidana.
Untuk itu Kepala BKKBN Riau, DrsH Marlis Alamsa yang sehari-harinya juga dikenal sebagai perlu menjaga keutuhan keluarga yang dimulai dari hal-hal yang kecil. Namun jika dibiarkan atau diabaikan, akan bisa berakibat fatal dalam menjaga kelangsungan rumah tangga. Ia pun menjelaskan misi dari program keluarga berencana, tidak lagi semata-mata menyarankan penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom, IUD, pil vasektomi dan tubektomi kepada setiap keluarga Indonsia, tapi lebih jauh lagi, bagaimana upaya untuk menciptakan keluarga yang berkualitas, baik dari sisi ekonomi maupun non ekonomi.
Salah satu caranya, kata Marlis adalah dengan membangun setiap keluarga Indonesia untuk memiliki anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya melalui pengembangan kebijakan, penyediaan layanan promosi, fasilitasi, perlindungan, informasi kependudukan dan keluarga, serta penguatan kelembagaan dan jejaring KB.
Sebuah keluarga bisa dikatakan berkualitasatau sejahtera bila kebutuhan hidupnya terpenuhi. Dan ini bisa terlaksana dengan cara membuat perencanaan dalamkeluarga, salah satunya membentuk keluarga kecil dengan jumlah anak ideal. ''Logikanya, keluarga kecil yang memiliki jumlah anak sedikit akan lebih baik dibanding keluarga yang jumlah anaknya banyak dan kehidupan ekonomi keluarganya morat marit,'' kata Marlis Alamsa.
Salah satu caranya, membuat perencanaan dalam mengatur jarak kelahiran anak, metodanya tentulah ber-KB dan pakai alat kontrasepsi. Selama ini yang selalu jadi sasaran KB itu adalah kaum ibu, sekarang kita ingin melihat peran kaum bapak atau pria. Kondom ini, paparnya, (Marlis mengangkat alat kontrasepsi) bukan hanya sebagai alat kontarsepsi belaka, tapi berfungsi ganda dalam mencegah penularan penyakit seks. Sebab,betapa banyak kasus-kasus penyakit menular, seperti HIV/AIDS, raja singa dan sebagainya muncul akibat kehidupan seks bebas tanpa terlebih dahulu memproteksi diri.
''Mungkin kalau yang kena hanya bapak-bapak saja takmasalah, tapi setelah bapak berhubungan di luar tanpa proteksi diri dan selanjutnya melakukan hal sama dengan istri di rumah, istri akan ikut terkena tularan. Yang lebih parah lagi, kalau itu mengenai ibu yang tengah menyusukan, akan bisa berdampak buruk pada bayi yang disusui ibu tersebut. Makanya saya sarankan, mulailah dari sekarang menggunakan alat kontrasepsi itu. Ini bukan memaksa, tapi hanya sebatas saran demi keutuhan keluarga,'' ujarnya.
0 komentar:
Post a Comment