Listrik Tak Mengalir, Sekolah pun Tak Tersedia
Oleh Yasril
Pembangunan pemukiman baru yang dilakukan pengembang di Riau ternyata menyisakan banyak dilema, terkait sarana dan prasarana ataupun soal fasilitas umum dan fasilitas sosial (Fasum dan Fasos). Di antaranya drainase yang bagus, jalan yang baik, sarana ibadah, penerangan listrik, ruang belajar atau sekolah, terutama level SD, SMP dan SLTA.
SUATU data fantastis diungkapkan Menteri Negara Perumahan Rakyat
(Menpera) H Muhammad Yusuf Asy’ari Kamis (31/7) saat pembukaan Musyawarah Daerah (Musda) ke VIII Dewan Pimpinan Daerah Real Estate (DPD REI) Riau di mana pertumbuhan perumahan di Riau terbesar di Sumatera.
Di mana disebutkan, dari target 10.000 unit rumah di tahun 2008, sudah terbangun sebanyak 4.000 unit lebih. Tahun 2006/2007, dari target 8.000 unit terealisir 100 persen. Bahkan Menpera pun optimis, Riau akan mampu membangun 100.000 unit rumah seperti yang dilakukan di Semarang dan Jakarta.
Tingginya angka pertumbuhan perumahan ini jelas sangat menggembirakan. Sebab, secara langsung menggambarkan mulai membaiknya perekonomian rakyat yang ditandai meningkatnya peminat kepemilikan perumahan sebagai tempat bernaung. Tentunya perumahan yang sederhana dengan cara kredit perumahan melalui perbankan.
Namun di balik semua itu, banyak hal yang harus mendapat perhatian serius dalam hal pembangunan kepemilikan rumah murah ini. Beberapa faktor yang menjadi perhatian di antaranya terkait sarana dan parasara, belum lagi soal fasilitas umum dan fasilitas sosial (Fasum dan Fasos).
Sebut saja soal penerangan listrik. Antara kemampuan PLN dan jumlah konsumen berbanding terbalik. Dengan bertambahnya jumlah perumahan, otomatis akan menambah jumlah antre pelanggan dan permintaan agar dapat mengaliri listrik ke rumah-rumah warga. Sementara di pihak PLN sendiri tidak ada penambahan beban, sehingga wajar kalau ternyata di Riau kita melihat ribuan rumah belum teraliri listrik. Baik ruah yang dibangun warga maupun perumahan yang didirikan pengembang.
Sehingga tidak heran kalau Ketua DPD REI Riau H Jhon Satri SH pun berkesah bahwa hingga kini masih ada 4.000 unit rumah yang dibangun pengembang belum dialiri listrik. Itu baru yang dibangun pemgembang, lantas bagaimana yang dibangun warga secara pribadi. Tentunya data itu akan membengkak lagi, bila dilihat data antrean permohonan pemasangan listrik di PLN. Sehingganya perlu upaya mencari energi alternatif yang bisa dimanfaatkan sebagai penerangan. Misalnya saja mengubah kompos menjadi energi listrik, anaregi angin menjadi energi listrik dan sebagainya.
Hal ini pun ditanggapi serius oleh Ketua DPP REI Indonesia Ir F Teguh Satria MM yang menyebutkan bahwa saat ini pihaknya bersama tim peneliti tengah melakukan upaya mencari energi alternatif untuk penerangan rumah warga.
Sekolah
Selain soal penerangan, soal saraa pendidikan murah juga menjadi dilema di setiap perumahan. Bahkan tidak jarang para pengembang yang tidak memikirkan ke depan tentang kecukupan lokal, baik untuk level sekolah dasar (SD) maupun SLTP dan SLTA dan hanya mengandalkan sekolah dan kelas yang ada dan dibangun pemerintah saja.
Akibatnya, ketika anak-anak dari keluarga yang mendiami perumhan akan masuk sekolah akan menjadi dilema. Tidak sedikit anak-anak usia sekolah dari kawasan perumahan yang dibangun pengembang tidak bisa tertampung pada sekolah-sekolah negeri yang ada. Ini sebagai akibat tidak adanya komitmen nyata dari pengembang untuk membangun kelas-kelas baru sebagai antisipasi ledakan anak usia sekolah di kawawan pemukiman baru.***