Antara Burhanuddin, Marjohan dan Said Amir Hamzah
oleh Yasril
ADA yang menarik dan bisa dijadikan pelajaran dari persidangan dugaan korupsi mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau yang saat ini menjabat sebagai Bupati Kampar, Burhanuddin SE. Jawaban yang diberikan Burhanuddin terhdap pertanyaan majelis hakim tergambar betapa carut marutnya dan kurang profesionalnya system penempatan pejabat di Riau ini yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
Akibatnya, selain tidak menguasai persoalan bidang kerja, out put dari pekerjaan yang amanahkan kepada pejabat bersangkutan pun tidak maksimal. Bahkan bukan tidak mungkin melanggar aturan dan norma yang berkalu sehingga berurusan dengan hukum.
Lihat saja saat persidangan Burhannuddin di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (4/7) di Jakarta. Ketika hakim mempertanyakan syarat pengeluaran rencana kerja tahunan (RKT) kepada mantan Kepala Dinas Kehutanan, Burhanuddin yang leih akrab disapa Boy itu mengaku tidak ingat. Begitu juga dengan pertanyaan persoalan teknis perizinan penebangan hutan, juga dijawab tidak tahu dan bukan keahliannya, karena ia hanya seorang sarjana ekonomi yang diplot mengurus hutan.
Tidak heran kalau berbagai pertanyaan yang diajukan hakim malah dijawab oleh Burhanuddin asal-asalan, ‘’Saya hanya sarjana ekonomi, saya tak tahu soal teknis. Saya tak tahu soal kehutanan. Kadis Kehutanan bukan jabatan teknis. Saya hanya tandatangan saja,’’ kata Burhan.
Satu pertanyaan yang sangat perlu jadi pegangan, tidak hanya bagi yang akan dan telah memegang amanah jabatan tapi juga yang memberi jabatan, adalah, ‘’ Kalau anda tak tahu tentang teknis, kenapa anda terima jabatan Kadis Kehutanan? Kenapa tidak ditolak jabatan itu?’’
Pertanyaan ini mengingatkan kita pada sikap tegas dan penolakan jabatan yang dilakukan mantan Asisten I Bidang Pemerintahan Sekwilda Riau Drs HR Marjohan Yusuf yang merupakan alumni Institut Ilmu pemerintahan (IIP) ahli di bidang Tata Pemerintahan yang akan diplot jadi pejabat teknis Kepala Dinas Peternakan dan Said Amir Hamzah yang dilpot jadi Dirut Rumah Sakit Jiwa (RSJ) oleh Gubri HM Rusli Zainal ketika itu.
Marjohan bersikukuh dengan peniriannya bahwa ia bukan ahli di bidang peternakan, ia bukan pejabat teknis dan bukan sarja perternakan. Serahkan peternakan pada ahlinya. Namun Gubri Rusli Zainal seperti dilansir media massa mengatakan kepala dina bukan pejabat teknis, tapi lebih kepada top manajer. Namun ini tetap dibantah dan ditolak Marjohan Yusuf yang malang melintang dalam dunia tata pemerintahan, sehingga sampai kini belum jabatan itu masih kosong.
Wauuuuuu. Apa jadinya kalau Marjohan tetap menerima jabatan itu. Bisa-bisa ternak sapi, kambing, burung dan rainnya diberi jabatan, dan dibekali ilmu tata pemerintah.
Kalaulah ini terjadi tak bisa dibayangkan, betapa akan tambah rumitnya pemerintahan ini. Akan terjadi pengangguran besar-besaran, karena ternak-ternak diajari cara jadi pejabat sehingga tak perlu lagi diurus manusia. Ya,.. sebagai contoh kepala dinas perburungan, kepala dinas persapian, kepala dinas kambing kepala dinas makan dan sebagainya.
Mereka pun akan membuat perda tending rimba dengan menerakan hukum rimba dengan hakimnya harimau, gajah dan beruang serta ular kobra. Bagi yang melanggar akan dikenai sangsi. Wauuuu. Wauuu bahaya man. Bisa-bisa Kepala dinas yang kejabat manusia akan jadi bulan-bulanan dan dikejar kemana pun karena telah melakukan perusakan dan perambahan hutan tempat mereka bernaung secara ilegal……
Begitu juga dengan penolakan yang dilakukan oleh Said Amir Hamzah SKM, yang memiliki basic tentara angktan laut, yang juga alumni Sarjana Kesehatan Masyarakat disuruh kerja mengurusi orang gila dengan bidang ilmu psikologi. Wauuuu bisa-isa jadi gila semua…
Akan lebih parahnya lagi bila Said Amir hamzah menerapkan disiplin ala militer kepada para orang gila apa jadinya. Bisa jadi akan muncul tentara-tentara gila. Ini akan lebih gila lagi… wauuuuu. Bahaya man…..
Ini pula yang terjadi pada Burhanuddin, seorang sarjana ekonomi disuruh mengatur hutan. Bida didga semua yang dikerjakan akan dilakukan dari sdut pandang ekonomi. Padahal di negeri ini tidak sedikit orang yang ahli di bidang perhutanan, bahkan di negeri ini juga masih ada lembaga tempat menggodok orang agar professional di bidang kehutanan, sebut saja balai diklat kehutanan, sekolah kehutanan serta pejabat-pejabat departemen kehutana nyang telah memiliki sertifikasi khusus. Ada apa dengan semua ini?.. Mengapa mereka yang ahli tidak dimanfaatkan?
Lantas ada apa?.... itu hanyalah gambaran betapa buruknya system penempatan jabatan yang dilakukan para petinggi terhadap bawahannya di negeri ini. Tidak salah kalau ada sentilah dari sebagian orang bahwa negeri ini sdah salah urus. Ya ndak…. Kalau ndak apa namanya……
Padahal di dalam system tata pemerintahan ada namanya Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Inilah yang saat ini sudah buntu dan tak jalan. Atau mungkin sengaja tidak diberdayakan demi mempertimbangkan factor kedekatan atau koni-roni. Kalau ini yang terjadi, aan lebih berbahaya lagi… hancur sudah negeri ini.
Inilah pelajaran yang harus dpetik bagi para pejabat dan calon di negeri ini agar tidak salah dalam menempatkan orang dan tidak salah mengurus negeri. ***
0 komentar:
Post a Comment