Barat Mulai Gunakan Sistem Islam
Oleh Yasril
SEJUMLAH cendikiawan barat saat ini mulai menyerukan penggunaan sistem Islam sebagai alternatif pemecahan kemelut peradaban dan kerusakan moralitas yang dihadapai masyarakat barat saat ini.
’’Mereka secara bertahap telah mengarah dari pola-pola sekularisme ke sistem yang dilaksanakan negara timur, termasuk soal pembahasan pembangunan kependudukan,’’ kata Menteri Agama RI, Mahfud Mashuni saat membuka Konfrensi Internasional pemimpin-pemimpin muslim dari 17 negara untuk mendukung pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) di Denpasar, Bali (13/2/2007) lalu.
Konfrensi ini juga dihadiri sejumlah pejabat pusat dan daerah, termasuk Riau. Dari Riau sendiri terlihat Kepala BKKBN Riau H Marlis Alamsa, Ketua MUI Riau DR Mahdini dan Ketua IPKB Riau Yasril.
Menurut Menag, beralihnya pola pemikiran kalangan barat ini juga dipicu oleh besarnyab pemeluk Islam di dunia, yakni mencapai seperempat penduduk bumi. Selain itu, Islam juga merupakan agama universal dan sangat lengkap dalam menjawab kebutuhan umat manusia, termasuk dalam hal penataan keluarga.
Ini kata Menag dapat dilihat bahwa seperempat bagian fiqih yang dikenal rub’ul munakhat adalah membicarakan penataan keluarga, mulai dari persiapan pembentukan keluarga sampai pada penguraian hak dan kewajiban setiap anggota keluarga. Jika ini dikembangkan, maka akan mampu menciptakan kesetaan gender yang pada gilirannya bertujuan menciptakan manusia yang berkualitas. Kalau di Indonesia dikembangan pola Keluarga Berencana, sebenarnya Islam juga sudah ada yaitu keluarga sakinah. ’’Menyadari besarnya konsep-konsep islam seperti itulah, maka sebagian dunia barat mulai beralih menggunakan pola-pola Islam,’’ tambahnya lagi.
Terkait dengan genjer, kata Menag, beberapa kalangan di Barat saa ini juga berfikir secara jujur dan adil mengakui kemuliaan kaum perempuan dalam islam. ’”bahkan ada diantara mereka yang menyerukan menggunakan sistem Islam sebagai alternatif pemecahan kemelut peradaban dan kerusakan moralitas yang dihadapi barat saat ini,’’ katanya.
Dalam pada itu, Direktur Asia pasifik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Mr Sultan Aziz mengatakan bahwa pihak Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) sangat konsen terhadap masalah kependudukan gender, perdamaian, perlindungan wanita, persoalan kesehatan reproduksi, HAM. ’’Ini semua bertujuan untuk mengurangi rasa ketakutan dan bahaya yang dialami banyak orang di dunia ini,’’ kata Sultan Azis lagi.
Sekarang ini ujarnya, orang banyak yang merasatakut akan bahaya, tidak hanya di negara maju seperti Amerika sendiri, tapi juga di negara berkembang dan daerah konflik. ’’Peran kami di sini adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi mereka, termasuk kepada kaum perempuan yang sering mendapat perlakuan kekerasan dari pria,’’ tambahnya di hadapan 150 tokoh agama dan lembaga yang peduli terhadap keluarga berencana, baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri.
Sultan Azis juga menjelaskan program KB yang diterapkan di Indonesia ternyata telah menggugah pola pikir sejumlah negara-negara barat maupun dunia Islam. Ini pula yang menyebabkan, banyaknya pemimpin-pemimpin dan negarawan Islam mengapilkasikan konsep yang diterapkan di Indonesia. ’’Islam sangat menerima konsep KB, sehingganya tidak heran kalau di sejumlah negara Islam di timur tengah juga mengadopsi konsep Kb di indonesia, seperti Mesir, Maroko, Iran dan lainnya,’’ kata Sultan.
Ia juga menjelaskan bahwa konsep Kb dan pengmbangan kependudukan ini tidak hanya bicara soal populasi penduduk yang kian membengkak, tapi juga bicara soal kesehatan reproduksi, gender. Karena paparnya semua itu juga terkait dengan penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS. Sebab, saat ini jumlah wanita yang terkena AIDS mencapai lebih 45 juta jiwa dan untuk kalangan anak-anak dan remaja mencapai 40 juta jiwa. ’’Ini pemandangan yang sangat mengerikan bila tidak cepat dicegah, karena untuk saat ini belum ada obatnya,’’ ungkapnya dalam bahasa Ingris.
Dalam pada itu Kepala BKKBN, Dr Sugiri Syarif Mpa menjelaskan bahwa akses terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk di dalamnya keluarga berencana, sangatlah penting untuk meraih Tujuan Pembangunan di Era Millenium (MDGs, Millenium Development Goals).
’’Sebagaimana digambarkan dengan jelas pada laporan Proyek Millenium yang berjudul “Berinvestasi dalam Pembangunan”: Sebuah Rencana Praktis untuk Mencapai MDGs, bahwa akses universal terhadap kesehatan reproduksi merupakan kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan ibu, menghindari kesenjangan gender, dan mencegah pandemik HIV/AIDS. Masalah kependudukan dewasa ini menunjukkan bahwa terdapat kaitan yang kuat antara ekonomi dan perkembangan sosial.
Di Asia, yang rata-rata fertilitas dan perkembangan populasinya menurun, banyak negara-negara asia mengalami penurunan angka kemiskinan secara tajam dan substantif. MDGs menguatkan rencana kegiatan yang mengacu pada Konfrensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) yang diadakan tahun 1994 di Kairo.
10 tahun setelah ICPD tersebut kemajuan berarti telah tercipta dalam menerapkan agenda ICPD di beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik. Akses terhadap Kesehatan Reproduksi/KB secara intrinsik berhubungan dengan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Perempuan dapat memiliki informasi, cara dan pilihan untuk merecanakan keluarga jika mereka berpartisipasi secara penuh dan setara di lingkungan sosial, politik dan ekonomi di suatu Negara; sebaliknya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender berdampak buruk pada Kesehatan Reproduksi/KB.
Kepedulian dan dukungan bagi Kesehatan Reproduksi/KB sangat terbatas di beberapa negara Muslim dan diantara masyarakat Muslim di Negara-negara lain, dimana pertentangan budaya dan faham keagamaan merupakan penghalang utama dalam memasyarakatkan masalah Kesehatan Reproduksi/KB. Angka kematian ibu dan angka kelahiran sangat tinggi di beberapa Negara seperti Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan, demikian juga di komunitas muslim di India, China dan Thailand. Di Pakistan, dimana rata-rata penggunaan alat kontrasepsi sangat rendah, seorang wanita yang tinggal di pedesaan melahirkan rata-rata 5,4 orang anak selama hidupnya.
Meskipun terdapat perbedaan yang mencolok pada masyarakat di Negara Islam dan komunitas Islam di Negara lain dalam hal praktek dan pemikiran keagamaan sebagaimana halnya pada pendidikan dan kesehatan, namun bagi semua Negara tersebut Islam mengajarkan tata cara berkeluarga dan bersosial bagi jutaan pemeluknya. Ini merupakan bukti bahwa norma agama mempengaruhi pilihan dan perilaku anggota masyarakat bahkan para pembuat keputusan politik, yang memiliki pengaruh signifikan pada penganjuran, kesadaran dan penerimaan program Kesehatan Reproduksi/KB. Dalam konteks ini, para peminpin Muslim memainkan peran yang luar bisa dalam menerjemahkan dan mengkomunikasikan paham keagamaan, menjelaskan ajaran agama yang salah tafsir dan norma sosial, serta menganjurkan perubahan perilaku dan sikap yang baik bagi masyarakatnya.
Pada masa perkembangan keagamaan global dewasa ini, sudah saatnya untuk merevitalisasi dan memperkuat dukungan dan peran serta peminpin Muslim dalam perkembangan sosial dan ekonomi yang secara historis dibangun atas dasar rasa damai dan rasa aman. Di beberapa Negara, masalah sosial, politik dan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kesehatan, pendidikan, dan program Kesehatan Reproduksi/KB. Tantangan global MDGs, reformasi pemerintahan dan desentralisasi, krisis ekonomi Asia, berkurangnya anggaran pemerintah, gerakan kelompok dan separatis merupakan alasan yang memaksa untuk menyokong dan melembagakan partisipasi tokoh masyarakat sipil seperti tokoh agama yang menggunakan kharismanya untuk mempengaruhi masyarakat.(ril)
Catatan: Tulisan ini telah dimuat di harian Riau Pos, tanggal 14 Februari 2007.
0 komentar:
Post a Comment