INSIDEN pelemparan sepatu yang dilakukan wartawan dari televisi al-Baghdad yang berbasis di Kairo, Mesir, Muntazer al-Zaidi, kepada Presiden Amerika Serikat George Walker Bush, Senin (15/12) dini hari ternyata menjadi perhatian dunia, termasuk di Indonesia sendiri.
Bagi kalangan pers, hal ini terbilang istimewa, bukan hanya disebabkan ketokohan Bush yang dianggap sebagai polisi dunia saja yang menjadi topik berita, tapi lebih kepada peristiwa langka, dimana seorang Presiden dengan pengawalan yang super ketat ternyata juga bisa kecolongan.
Peristiwa yang oleh masyarakat Timur Tengah dianggap sebagai penghinaan yang terendah dan ditayangkan secara visual di berbagai televisi dunia juga membawa dampak besar terhadap arogansi militeristik dan sistem pemerintahan Amerika Serikat, terutama menjelang peralihan kekuasaan.
Beragam tanggapan pun bermunculan di berbagai poral internet, dengan berbagai bahsa. Ada yang mengecam terhadap peristiwa itu, ada pula yang mendukung secara nyata.
Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun ikut-ikutan berkomentar soal peristiwa yang menimpa pemimpin dunia itu. Walau hanya dengan berkelakar, JK meminta wartawan mengikat erat sepatunya setiap kali keterangan pers dengan presiden maupun dengan dirinya.
Kalla menilai insiden itu menunjukkan tak hanya wartawan yang butuh perlindungan dari pemerintah, namun presiden juga butuh perlindungan dari wartawan. Bukan hanya wartawan yang butuh perlindungan. Insiden sepatu itu bukti presiden juga butuh dilindungi.
Kalla meminta jurnalis membuat tulisan yang memberi optimisme, tidak justru membuat orang menjadi pesimis. Sebab, kalau orang pesimistis, bukan hanya sepatu yang didapat, tapi bisa juga batu.
Selain itu, secara politis, pelemparan sepatu bernomor 10 itu juga sebagai balasan terhadap arogansi Amerika yang ingin mencari senjata pemusnah massal. Sebab, sejak dilancarkannya agresi militer ke negeri 1001 malam itu beberapa tahun lalu hingga berakhirnya masa kekuasaan bush, tidak ditemukan yang dicari, kecuali kematian massal, kemelaratan, kemiskinan, ketertindasan dan perperangan antar sekte serta berkembangnya rasa pesimistis dari rakyat Irak untuk kembali hidup normal seperti rakyat di negara-negara lain.
Kalau lah arogansi militeristik ini terus dilakukan, tidak hanya oleh negara adidaya Amerika Serikat, tapi juga negara-negara kuat lainnya, maka akan sulit untuk menciptakan perdamaian di dunia.
Sebaliknya, kalaulah perdamaian dunia tidak tercipta dan yang berkembang hanya rasa pesimistis, tidak heran perperangan pertikaian antara negara akan terus terjadi dan ini akan menimbulkan mala petaka besar di dunia, seperti dialami Bush di akhir masa kejayaannya yang hanya mendapatkan sepasang sepatu usang bernomor 10, itu pun tidak bisa dipakai, karena kesempitan bagi Bush.
Berkaca dari peristiwa itu, mari kita bersama menciptakan kedamaian, meningkatkan kemaslahatan umat dan menjauhi diri dari pertikaian, baik di tingkat internasional, nasional, bahkan di daerah sendiri. Sebab, kunci dari keberhasilan sebuah negara terletak dari kedamaian hidup yang dijalani rakyatnya.***
catatan: pernah dimuat di Riau Pos 17 Desember 2008
0 komentar:
Post a Comment