Riau sebagai negeri yang potensial dalam pengembangan perekonomian di Sumatera dan Asia Tenggara harus segera membenahi berbagai infrastruktur salah satunya pengembangan Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II).
Ini penting, terlebih lagi setelah Dumai yang merupakan salah satu kabupaten/kota di Riau ditunjuk sebagai kawasan ekonomi khusus (KK) di Indonesia Barat. Pengembangan infrastruktur merupakan suatu keharusan guna mengangkat roda prekonomian daerah. Beberapa yang perlu jadi catatan adalah perlunya pembangunan jalan bebas hambatan antara dumai menuju bandara SSK II di Pekanbaru, Buton dan sejumlah daerah potensial di Riau. Selain itu perlunya pemikiran pembangunan rel kereta api, pembenahan badan-badan jalan yang sudah ada serta pengembangan dunia kelistrikan serta ketersediaan air bersih.
Tentunya semua itu tidak serta merta, hari ini teringat langsung dibuat. Harus ada planning ke depan dalam jangka panjang, lima tahun, 10 tahun, 15 dan 25 tahun kedepan. Ini semua perlu perencanaan yang matang dan berkelanjutan, dan tidak akan berubah bila terjadi pergantian kekuasaan. Artinya siapapun pejabat berikutnya harus menjalankan perencanaan itu sehingga menghasilkan kerja maksimal dan berkelanjutan.
Pembangunan Bandara SSK misalnya. Sebagai pintu gerbang masuk suatu wilayah harus mendapat prioritas. Ini penting karena terkait mobilitas penduduk, baik dalam domestik, regional maupun internasional. ‘’Posisi Bandara SSK di Pekanbaru yang dekat dengan Negara tetangga memiliki nilai plus dibandingkan daerah lain. Namun hingga saat ini belum terlihat ada pergerakan ke arah yang lebih maju. Padahal negeri ini kaya, minyak dan gasnya dikuras, tapi infrastrukturnya memprihatinkan,’’ kata staf khusus Wakil Presiden RI, Alwi Hamu yang juga Presiden Komisaris Riau Pos di redaksi Riau Pos, Kamis (5/2/2009).
Tentang besarnya biaya pengembangan bandara, papar Alwi, sebenarnya tidak perlu dirisaukan. Persoalannya tinggal keberanian dan keseriusan Pemprov menanganinya. Biaya bisa saja ditanggulangi secara bersama antara Pempov dengan PT Angkasapura yang merupakan salah satu BUMN.
Di sinilah letak fungsi dan kegigihan Pemprov melobi dan kerja sama dengan PT Angkasapura. Jika ini terlaksana Pemerintah Pusa tinggal lagi mensupport. Dengan biaya yang tidak terlalu besar seperti yang dialokasikan Pempro selama ini, Bandara SSK bisa dikembangkan jadi bandara internasional, seperti di Bali, Padang dan daerah lain di Indonesia.
‘’Selama ini, di banyak daerah yang saya kunjungi, pengembangan Bandara selalu dikaitkan dengan embel-embel lain yang sebenarnya tidak berpengaruh besar terhadap kualitas suatu konstruksi bangunan bandara itu sendiri. Seperti mengkaitkan dengan unsur budaya dan sebagainya. Padahal jiika itu semua bisa diminimalisir, kosh yang akan dikeluarkan pun akan lebih kecil.’’
Ia juga memaparkan ada semacam eporia pejabat daerah dalam melakukan pembangunan konstruksi infrastruktur dengan cara mengikutsertakan kontrakstor dan konsltan asing. Padahal jika dilakukan oleh putra-putra daerah biayanya bisa jauh lebih kecil. Sebab di negeri ini sangat banyak kontraktor dan konsultan putra daerah yang sebenarnya berkualitas. Namun tidak atau belum diberi kepercayaan. Padahal kualitas kerjanya pun tidak kalah dengan kontraktor atau konsultan asing.
Alwi mencontohkan rencana pembangunan sejumlah Bandara yang semula dirancang dengan biaya tingga, seperti di Kalimantan Timur, bali, Sumatera utara, Sumatera Barat dan sejumlah bandara lain yang juga bertaraf internasional. ‘’Dari rencana semula yang memakan biaya sampai Rp3 triliun atau Rp4 trilun dengan tenaga dari luar negeri, ternyata jika dikerjakan oleh putra daerah biaya bias ditekan menjadi Rp1 triliun saja. Ini kan cukup besar penghematan yang kita lakukan,’’ ungkapnya.
Ini apa artinya? Alwi Hamu selain mengkampanyekan agara rakyat Indonesia mampu menghargai karya bangsa sendiri, juga diharapkan mampu membuka lapangan kerja bagi anak bangsa ini. Sebab, karya yang dihasilkan putra-putra bangas Inonesia sebenarnya tidak kalah bagus dibandingkan karya bangsa asing.
Sebab, bisa jadi sepak terjang kontraktor atau konsultan asing itu tidak semata-mata memberikan nilai tambah terhadap konstruksi bangunan yang dibuat, tapi juga mencari keuntungan besar.
Soal embel-embel yang bernuangsa budaya sebenarnya juga bias dilakukan secara bertahap. Namun yang terpenting bagi pengguna jasa transportasi adalah keamanan, kenyamanan dan kecepatan. Bahkan bagi sebagian besar ekonom keberadaan Bandara yang mewah tidak diperlukan, yang penting mereka bisa melintas cepat sampai di tujuan. Tidak perlu berlama-lama di Bandara.***
0 komentar:
Post a Comment