TBS Anjlok, Petani Pusing Hadapi Utang
DISADARI atau tidak, ternyata krisis globalisasi financial yang menggoyahkan sendi-sendi perekonomian banyak negara juga berpengaruh pada sector kejiwaan petani. Setidaknya, akibat harga tandan buah segar (TBS) sawit dan harga karet mentah anjlok, para petani mulai dipusingkan dengan kewajiban membayar utang.
Entah itu utang uang di bank, cicilan kredit di bank, biaya pendidikan anak yang tinggi serta biaya kehiupan sehari-hari. Yang pasti, akibat anjloknya harga, hasil kebun, antara pemasukan dan pengeluaran kini tidak lagi seimbang.
Sudah merupakan rahasia umum kalau, bagi sebagian para petani sawit dan karet yang sebelumnya hidup pas-pasan, ketika kebun mulai berbuah, mulai pula berupa pola hidup ke arah konsutif. Biasanya hanya pakai sepeda dayung, sejak sawit berbuah kendaraannya pun berganti menjadi sepeda motor, bahkan sebagian lainnya pun berani beli mobil lebih dari satu meski dengan cara cicilan. Sebab, dianggap hasil kebun sawit bisa dijadikan andalan untuk selamanya, meski kenyataan pun akhirnya berkata lain.
Sehingganya tidah heran kalau belakangan banyak pemberitaan di media massa mengatakan bahwa petani mulai kasak kusuk menghadapi tantangan utang. Tidak cukup sampai di situ, tidak sedikit pula petani yang mulai menjual kebun sawit, meski dengan harga yang relati rendah, sebagai akibat desakan utang setiap waktunya.
Fenomena ini secara global bisa memicu kondisi stres dan gangguan kesehatan jiwa. Apalagi, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Kesenjangan antara kondisi dan kemampuan seseorang menyesuaikan diri tersebut bisa menimbulkan gangguan kesehatan jiwa. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka mungkin mengalami masalah kesehatan jiwa, terutama dilatarbelakangi aspek-aspek kejiwaan seperti agresifitas, emosi yang tidak terkendali, ketidakmatangan kepribadian, depresi karena tekanan kehidupan, tingkat kecurigaan yang meningkat, dan persaingan yang tidak sehat.
Di kalangan petani di Riau sendiri, ini mulai nampak, ketika mereka mendapat tekanan dari pihak lain, seperti lank, leasing kendaraan agar secepatnya membayar tunggakan kredit. Baik kredit properti, kendaraan maupun finansial, belum lagi tagihan asuransi, entah itu asuransi jiwa, pendidikan anak dan sebagainya. Sementara di sisi lain, harga TBS yang selama ini mampu bertengger di atas Rp1.700,- per kg kini hanya dinilai Rp200,- per kg. Sungguh tidak seimbang antara biaya operasional dengan hasil yang didapat, belum lagi tekanan tunggakan utang.(ril)
0 komentar:
Post a Comment