HAMPIR tiap hari dalam sepekan belakangan sejumlah media massa, baik cetak maupun elektronika yang ada di daerah ini membahas tentang rendahnya alokasi dana untuk Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) Riau. Bahkan berbagai komentar pun bermunculan. Ada lempatr kesalahan, saling tuding, saling sikut dan sebagainya.
Memang, (DIPA) Provinsi Riau tahun 2009 yang hanya sebesar Rp6,5 triliun itu sangat tidak seimbang dengan slogan yang selama ini disandang bumi Melayu ini sebagai daerah kaya dan memberi kontribusi besar terhadap republik ini. Bahkan bila dibandingkan dengan provinsi lain seperti Sumbar, Jambi, Sumut dan lainnya, pun sangat tidak proporsional.
Namun, apatah daya, nasi telah menjadi bubur untuk DIPA tahun 2009 ini yang merupakan hasil Rakorbangnas itu. Yang perlu dilakukan para pejabat, jangan lagi saling tuding, lempar kesalahan dan saling berkomentar, tapi carilah solusi terbaik, dan mempelajari, kenapa Sumbar, Jambi, Sumut bisa lebih besar mendapatkan alokasi anggaran pusat itu dibanding Riau.
Beberapa faktor yang perlu jadi perhatian adalah, perlunya aparatur atau pejabat Riau membuka jaringan ke pusat. Kalau perlu, sejumlah pejabat startegis yang selama ini mampu berkuasa di daerah sesuai bidangnya diupayakan menduduki posisi staregis di pusat dan berjuang untuk daerah. Untuk itu memang perlu lobi-lobi yang meyakinkan.
Faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah, pejabat daerah serta semua komponen masyarakat di Riau berani mengkampanyekan negeri ini miskin. Sehingga mengundang keprihatinan pihak lain. Artinya, dalam setiap iven, jangan lagi bicara bahwa negeri ini kaya, sehingga hasil buminya selalu dikuras dan menjadi ATM.
kerja besar ini tentu tidak hanya jadi tugas eksekutif belaka, tapi juga legislatif, bahkan kalau perlu melibatkan semua partai untuk bersatu-padu mengkampanyekan negeri ini miskin. Dan jangan pula menjadikan ini sebagai bahan olok-olokan antar partai dan pemerintah demi negeri Riau ke depan.
Ini tentu tidak cukup hanya dengan kampanye suara belaka, tapi juga diikuti dengan data-data statistik yang akurat dan meyakinkan pusat. Sebab, bisa jadi acuan penilaian pusat agar suatu daerah dapat dana banyak tergantung data-data statistik itu.
Selain itu, daerah ini harus berani mengurangi bahkan meniadakan berbagai kegiatan ceremonial. Baik berupa iven berskala regional, nasional maupun internasional. Jangan takut kehilangan pretise di mata pusat, karena semua itu jelas akan memakai dana daerah yang cukup besar, bahkan bermiliaran rupiah.
Alangkah baiknya dana yang miliaran rupiah itu dialihkan untuk perbaikan perekonomian rakyat miskin, memperbaiki infrastruktur pedesaan, memperbaiki jaring pendidikan, akses kesehatan rakyat. Sehingga ke depan Riau tidak ibarat ‘’ayam mati di lumbung beras’’
Sebab, berkaca pada provinsi tetangga seperti Sumbar, Jambi dan Sumut, mereka sangat jarang bahkan mungkin menolak menggelar iven-iven besar tersebut, karena berdasarkan kali-kali mereka tidak seimbang antara hasil yang didapat dengan dana yang dikeluarkan untuk setiap iven besar tersebut.***
0 komentar:
Post a Comment