PESTA demokrasi Indonesia 2009 baru dimulai. Namun berbagai langkah persiapan telah, tengah dan akan dilakukan para pemain. Baik oleh calon anggota legislative (anggota dewan) di daerah kabupaten/kota, tingkat provinsi maupun calon anggota legislative untuk DPR RI sekali pun. Bahkan sejumlah partai pun telah mulai mengusung kandidat mereka untuk calon presiden.
Dari sederetan katagori pemain demokrasi itu, yang lebih popular dibicarakan baik di tingkat nasional maupun daerah adalah terkait calon presiden yang akan jadi pemimpin bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Berbagai manuver politik pun mereka lakukan, tidak terkecuali dwi tunggal—Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan HM Jusuf kalla (JK).
Kehadiran JK dalam ajang pesta demokrasi ini ternyata telah mampu memecah konsentrasi pikiran para elit politik yang selama ini menilai akan ada dua pesaing tangguh di republik ini yang nantinya akan merebut dan mempertahankan tahta kekuasaan. Yakni SBY dan ibu Megawati Soekarnoputri. Sebab, selama ini berdasarkan hasil poling yang dilakukan berbagai lembaga survey ternyata kedua calon ini lebih pupolar dibanding para kandidat-kandidat calon presiden dari berbagai parpol lainnya, termasuk JK sendiri, sebagai dampak ketidak pastiannya untuk maju sebagai calon presiden.
Namun setelah beberapa kali melakukan temu kader, keragu-raguan JK yang hanya menyatakan siap itu pun ditepis JK sendiri. Di hadapan kader Partai Golkar di Sulawesi dan Bandung, JK menyatakan mampu mempimpin bangsa ini kedepan dan melakukan perubahan yang cepat. Tentunya penyataan tegas JK tersebut juga sebagai obat penawar-pendingin bagi para kader pemenang Pemilu legislative 2004 yang selama ini tenggelam dalam ketidakpastian pemimpin mereka. Setidaknya, mampu pula membangkitkan semangat juang para kader di daerah untuk membali merebut kekuasaan di republik ini.
Lebih pada itu, kehadiran JK di panggung Capres 2009 juga telah memecah mitos dikatomi yang selama ini seakan disakralkan di nusantara. Dimana calon pemimpin itu adalah Jawa-luar Jawa, Laki-laki perempuan (gender), ABRI (Militer)-sipil.
Disadari atau tidak, sebenarnya semua mitos itu telah sirna yang ditandai dengan kehadiran Baharuddin Jusuf Habibie (luar jawa) sebagai pesiden. Abdurrahman wahid atau Gus Dur (sipil) dan Megawati Soekarnoputri (gender). Namun perlu dicatat, BJ habibie sebagai pengganti Soeharto an bukan dipilih rakyat secara langsung. Gus Dur tidak bertahan lama. Megawati sebagai pengganti Gus Dur yang turun dalam masa pemerintahan.
Terlea dari semua itu, keberadaan JK sebagai Wakil Presiden diharapkan mampu memberikan pelajaran politik yang berarti kepada rakyat. Jangan hanya karena pencalonan presiden di Pemilu 2009, lantas mennganggu system dan kinerja pemerintahan yang juga meupakan pilihan rakyat di Pemilu 204 lalu.
Artinya, merski SBY-JK nantinya akan pisah ranjang dan bertarung bersama kandidat capres lainnya, kehadiran mereka berdua sebagai pemimpin bangsa hingga akhir jabatan sebagai presiden dan wakil presiden sangat didambakan rakyat. Jangan ada lagi kegaduhan, kerusuhan, pertikaian politik. Rakyat sudah bosan semua itu, rakyat ingin hidup tentram, bisa berusaha, bekerja dan membangun kehidupan yang lebih sejahtera serta terbebas dari lilitan krisis global berkpanjangan***
catatan: dimuat di Riaupos edisi Rabu 4 Maret 2009
1 komentar:
Haa.... betul tu pak. Pesta demokrasi besok mestinya betul-betul disebut "General Election" bukannya "Election for General".
Salam blogger
Post a Comment