Kalau melihat sebuah neraca atau timbangan, yang terlintas dalam pikiran saya adalah keseimbangan. Ya, dengan keseimbangan, sesuatu akan bisa berjalan beriringan dengan benda lainnya, tanpa harus menimbulkan kerusakan antara satu dan lainnya.
Konsep ini merupakan hukum alam yang harus dijalani mahluk di muka bumi ini, baik manusia, hewan, tumbuhan-tumbuhan maupun makluk lainnya. Mungkinkah ini terjadi. Ya inilah yang menjadi persoalan sejak adanya manusia.
Meski manusia diberi kelebihan akal dan pikiran dibandingkan ciptaan Allah lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan, namun lebih sering akal dan pikiran itu tidak didahulukan dibanding hawa nafsu. Sehingganya Allah dalam kitab Alquran pun selalu mengatakan “Apakah engkau tidak berpikir?”
Bukti manusia lebih banyak mendahulukan hawa nafsu dibanding akal pikiran, sehingga menimbulkan kerusakan di muka bumi adalah terjadinya banjir bandang, tsunami, angin puting beliung, tanah longsor, gempa bumi, kabut asap, kekeringan, tanah turun, hewan liar mengamuk dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan ulah tangan manusia. Meski telah banyak terjadi kerusakan, selalu saja tidak ada upaya untuk memperbaikinya.
Semua kejadian yang lebih sering dianggap bencana itu sebenarnya saling berkaitan satu sama lainnya. Kasus kawanan gajah yang melumatkan warga di Bengkalis, atau harimau yang menerkam warga misalnya. Semua berawal dari kerusakan hutan yang dilakukan manusia.
Hutan yang dibabat dan dibakar mengakibatkan hilangnya mata rantai makanan bagi hewan, tidak ada lagi tempat mereka bernaung, tidak ada lagi mata air-mata air tempat minum hewan. Untuk menjaga keseimbangan alam demi makan dan kelangsungan hidup mahluk bernama hewan, makanya mereka mencari makanan dengan cara memasuki perkampungan warga lahan-lahan pertanian dan sebagainya.
Semua kejadian ini sering kali tidak dijadikan ikhtibar atau pembelajaran oleh manusia. Malah sebaliknya menganggap hewan liar itu sebagai hama, sebagai musuh dan harus dimusnahkan. Jangan salahkan hewan, tapi salahkan manusia yang telah membumihanguskan tempat mereka bernaung dan menggantinya menjadi perkampungan, lahan perkebunan sawit dan sebagainya.
Di sisi lain pembakaran hutan dan lahan juga mengakibatkan terjadinya kekeringan, hilangnya humus tanah, hilangnya kawasan resapan air, baik di kawasan daerah aliran sungai rawa-rawa maupun perbukitan. Jika terjadi hujan, air yang jatuh dari langit langsung menyentuh tanah, karena tidak ada lagi dedaunan yang menahan. Ketika itu pulalah bumi melakukan keseimbangan alam dengan cara mendatarkan tanah yang ketinggian atau yang sering disebut longsor. Air pun melakukan keseimbangan dengan cara merendami bumi secara merata atau sering disebut banjir.
Bahkan di tanah Jawa, kita pun mendengar terjadinya penurunan permukaan bumi dan terjadinya intrusi air laut. Di sejumlah wilayah terjadi perubahan rasa air tanah menjadi payau atau keasin-asinan. Semua itu akibat eksplorasi dan eksploitasi air bawah tanah yang berlebihan. Sehingga terjadi kekosongan pada celah-celah batu dan tanah di perut bumi. Dalam kondisi seperti itulah bumi pun melakukan keseimbangan dengan cara pergerakan tanah permukaan untuk mengisi rongga-rongga bumi yang kosong menyatu dengan air laut yang masuk ke daratan.
Ya,.. itulah. Banjir, tanah longsor, permukaan bumi turun, selalu saja di mata manusia dianggap sebagai bencana menakutkan. Padahal bagi bumi, sebenarnya ia sedang berusaha menjaga keseimbangan alam semesta. Tanah yang rentan ia longsorkan guna mendapatkan permukaan yang kokoh.
Demikian juga halnya dengan banjir. Selain adanya kecenderungan menaiknya permukaan air laut, juga terjadinya pencairan gunung es di belahan bumi lainnya sebagai akibat terjadinya pemanasan global. Tapi yang pasti, bagi bumi, keseimbangan semesta itu sangat diperlukan dan ini harus jadi pembelajaran bagi kita semua agar tidak lagi merusak lingkungan. Jangan salahkan alam yang bosan bersahabat dengan kita, tapi tangan manusialah yang telah membuat kerusakan di bumi ini. Semoga jadi renungan kita bersama***
yasril123@yahoo.co.id
www.yasril.co.cc
0 komentar:
Post a Comment