Imlek, Momen Introfeksi Diri
HARI raya Imlek yang jatuh pada Senin 26 Januari 2009 ini menjadi suatu tradisi bagi warga etnis Tionghoa yang berkeyakinan Buddhis maupun non Buddhis, termasuk penganut Khong Hucu.
Pertukaran tahun ini merupakan fenomena alam yang sangat dihormati oleh warga Tionghoa secara turun termurun. Bahkan dalam sejarahnya, Imlek sudah berlangsung 5000 tahun lebih. Namun dicatat sejak kelahiran Nabi Khong Hucu (551 SM), makanya perhitungan menjadi tahun 2560 (tahun masehi 2009) ini.
Secara spiritual, imlek selalu di jadikan momen untuk berintrospeksi dan refleksi diri, meningkatkan pembinaan batin, setiap saat mencemerlangkan nurani. Secara material berbentuk budaya yang harus dijalankan dan lestarikan dari tahun ke tahun, sebagai anak berbakti dan kepatuhan kepada orang tua.
Dalam perkembangan budaya Tionghoa baik Imlek, Qing Ming, Tiong Qiu maupun lainnya selalu melukiskan aspek ketaatan, kejujuran, keharmonisan dan kepatuhan. Imlek dari tahun ketahun tentu mengalami perubahan dalam diri seseorang, karena setiap tahun sesuai dinamika kehidupan harus berubah menjadi lebih baik dan lebih sukses.
Sistem Penanggalan Tionghoa
Penanggalan dalam Tionghoa sangat unik, dulunya berdasarkan matahari (yanglek), kemudian berganti lagi menjadi Imlek (perputaran bulan), dan ini pun beberapa kali perubahan, sejak Dinasti Xia pertama 2295 SM, kemudian Dinasti Siang, Chou dan Chin pada 221 – 205 M.
Pertukaran tahun yang sampai sekarang dipakai Imlek lebih tepat, karena dimulai pada masa selesai musim dingin (dong thian), kalau dimulai pada pertengahan musim dingin, maka orang tidak mungkin keluar rumah, maka Nabi Khong Hucu sangat berjasa memberikan saran dan pendapat agar Imlek ditetapkan memasuki musim semi, dan dulunya Imlek disebut juga Nong Li, artinya tahun pertahuan, dimana orang memasuki musim bercocok tanam.
Penghayatan Perayaan Imlek,
Dari tahun ketahun semakin menunjukan perkembangan yang bukan hanya sekedar ceremonial saja, orang semakin ingin menghayati dan menganggap Imlek sebagai pertukaran tahun yang harus baru semua, baru secara fisik dan secara batin.
Misalnya bilamana seseorang menjelang Imlek tidak membersihkan rumah atau perilakunya tidak berubah, maka orang itu akan statis selamanya. Orang mempunyai sifat ingin maju dan berkembang, inilah momen yang tepat untuk merubah diri.
Lagi pula dalam pendidikan agama, selalu ditekankan pada pemahaman sebuah kebudayaan secara spiritual dari pada materialnya kepada mahasiswa. Belakangan ini terlihat umat Buddhis sudah memahami dan dalam talkshow imlek kepada warga Tionghoa ternyata banyak yang ingin mengetahui lebih jauh dan bukan ikut-ikutan.
Populasi Warga Tionghoa,
Populasi warga etnis Tionghoa di Riau saat ini masih rancu. Sebab, selain jarang didata, juga telah banyak warga etnis Tionghoa yang meleburkan diri ke masyarakat tempatan. Selain ada yang menjalin kekerabatan rumahtangga dengan warga pribumi, juga banyak warga Tionghoa yang tidak lagi memakai nama-mana Tionghoa dan lebih mekaia nama Indonesia.
Namun yang pasti, mereka tersebar hampir di seluruh wilayah, tidak hanya di Provinsi Riau, tapi juga di seluruh wilayah Indonesia. Di Riau sendiri warga etnis Tionghoa ini, selain bermukim di Pekanbaru, juga banyak di Bengkalis termasuk Rupat Titi Akar, Selatpanjang dan sekitarnya, Bagan (Rokan Hilir) dan Dumai adalah daerah terbanyak. Juga di Rengat, Tembilahan dan sebagainya.
Sama seperti halnya suku bangsa lainnya di Nusantara, etnis Tionghoa ikut serta sama-sama membangun bangsa. Cuma warga Tionghoa lebih banyak pebisnis dari pada pegawai negeri, kehidupan berdagang adalah dominan. Kalau sektor perdagangan, bagi mereka merupakan nafkah utama, karena untuk bergelut disektor lain masih terbatas oleh berbagai hal.
Sektor pendidikan, mulai berangsur keberadaannya dengan dibukanya kelas-kelas kursus dan sekolah-sekolah oleh warga Tionghoa, cuma di bidang politik terkesan masih terkesan kurang berani. Biasanya orang Tionghoa yang terjun di suatu bidang diharapkan keberhasilan, bukan coba-coba. Sedang di bidang pemerintahan masih menunggu kebijakan pemerintah apakah membuka pintu kemudahan untuk warga kita, karena kalau bersaing untuk mencalonkan diri jadi PNS di pemerintahan, tentu diharapkan benar-benar berhasil.
Soal pelaksana pembangunan Riau ini yang terpenting, apakah benar-benar mempunyai komitmen memajukan Riau, bukan hanya sekedar slogan atau manis dimulut saja,. Pelaksana utama pembangunan adalah pemerintah, apakah sudah mencerminkan pemerintah yang solid antara tingkat pimpinan dan bawahan pemerintahan.
Ibarat sebuah kapal yang nakhoda di depan dengan seriusnya membawa kapal, tapi anak buah kapal masih kurang serius memegang tali atau mengecek mesinnya, tentu kapal akan terombang ambing di lautan, maksudnya semua harus bersatulah baik pemerintah, suku bangsa dan warga bangsa.
Soal perubahan tahun, tentu harus pula mengikuti perubahan alam yang semakin dinamis melangkah ke depan dengan penuh optimisme, suatu ramalan bukanlah nasib yang sudah ditentukan, melainkan kitalah yang merubahnya menjadi lebih baik.
Tangan manusia ditakdirkan dua, yang satu sudah ditakdirkan, namun satu lagi untuk merubah. Kita mau ikut yang ditakdirkan atau merubah tergantung pemain sandiwara di dunia ini. Kita haruslah berbuat yang bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi harus mendahulukan kebersamaan, dalam berbuat dengan sehati sekebajikan ikut membangun bangsa.
Kita adalah anak bangsa yang sama, marilah hidup yang selaras, rukun dan damai. Janganlah bersikap diskriminasi terhadap siapapun, alam sangat ramah pada manusia, dan semua yang alam berikan untuk kehidupan manusia tiada habis-habisnya, namun sikap alam tetap sang pemberi tanpa pamrih.
Marilah saudara-saudara saya di manapun, kita merayakan Imlek ini dengan kebahagiaan, dan janganlah lupa bahwa kita bahagia, masih banyak yang menderita, dikala kita kaya dengan harta, ternyata banyak yang melarat tak punya apa-apa, ketika kita tertawa ria ternyata banyak yang menangis, ketika kita memakai sepatu baru dengan indahnya ternyata banyak yang tidak punya kaki, inilah kehidupan yang harus kita hayati dan amalkan bersama. Semoga Tuhan memberkati kita semua dan semua makhluk ikut berbahagia.
Gong Xi Fa Chai, Wan Se Ru Yi, Qian Tu Guang Ming, Semoga sehat dan sukses selalu.***
Tulisan ini merupakan hasil wawancara dengan Sonika, salah seorang tokoh etnis Tionghoa di pekanbaru, Riau yang juga seorang dosen agama Budhis di Universitas Riau.
Klik disini untuk melanjutkan »»