SAUDARA KU DI MANA PUN BERADA, SEIRING DATANGNYA 1 RAMADHAN 1433 H, MARILAH KITA SALING MEMBERSIHKAN DIRI, KEPADA ALLAH SWT KITA BERTAUBAT SESAMA MANUSIA KITA SALING BERMAAF-MAAFAN. MARI KITA PERBAIKI HUBUNGAN SILATURAHIM SESAMA UMAT, TERUTAMA PADA ORANG TUA, SUAMI ISTRI, SESAMA SAUDARA SEDARAH SERTA DENGAN KAUM KERABAT, JIRAN TETANGGA. SEMOGA DENGAN CARA DEMIKIAN, KITA BISA MENJALANI IBADAH PUASA DENGAN TENANG DAN MENDAPATKAN PAHALA YANG SETIMPAL DI SISI aLLAH SWT. UNTUK ITU, SAYA ATAS NAMA PRIBADI DAN KELUARGA MENGUCAPKAN SELAMAT MENJALANI IBADAH PUASA, MOHON MAAF ZAHIR DAN BATIN. SAUDARA KU, SESUNGGUHNYA BERHAJI MERUPAKAN SALAH SATU RUKUN ISLAM, YANG UNTUK MENJALANKANNYA KITA HARUS MEMILIKI TRESHOLD (NILAI AMBANG BATAS), KELAYAKAN, BAIK JASMANI, ROHANI MAUPUN MATERI. MAKANYA KALAU SUDAH SIAP, SEGERAKANLAH!!

Wednesday 27 August 2008

Belajar dari Pergantian Kepemimpinan

. Wednesday 27 August 2008

Sekali Gelombang Datang Tepian pun Berubah
Oleh Yasril

BERDIRILAH di pantai. Perhatikan gelombang atau ombak yang datang bergulung-gulung dari tengah laut dan menghempas di pasir pantai. Seketika itu pula keadaan pantai atau tepian pun berubah.


Gambaran seperti ini pun terlihat dalam sistem pemerintahan kita, tidak terkecuali di Riau sendiri. Ketika terjadinya pergantian kekuasaan atau kepemimpinan, bisa dipastikan terjadi pula perubahan kebijakan. Baik menyangkut personil maupun pogram kerja lainnya.

Sebut saja misalnya pada saat suksesi kepemimpinan nasional. Ketika terjadinya perubahan kekuasaan sudah pasti akan diikuti dengan perubahan susunan kabinet. Dan ini pun akan diikuti dengan perubahan kebijaksanaan di masing-masing departemen atau instansi yang ada hingga ke level terendah. Imbas semua itu jelas akan terjadi peningkatan biaya tinggi, pembengkakan anggaran sebagai akibat perubahan kebijakan.

Sebagai contoh, ketika terjadinya perbahan kepemimpinan nasional, sala satu lembaga kementerian yang berubah adalah Departeme Pendiikan dan kebudayaan yang disingkat P dan K. Diganti dengan Departemen Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Depdikpora) dan selanjutnya jadi Departemen Pendidikan Nasional (Diknas).

Perubahan itu ternyata tidak hanya sampai di sana, tapi juga berlanjut dengan yang lainnya. Salah satu contoh terkecil adalah perubahan kertas kop surat, amplop dan sebagainya. Dengan berubahnya nama instansi jelas akan berubah pula kertas surat.

Sebab, tidak akan mungkin instansi B akan menggunakan kertas surat instansi A yang sudah diganti. Padahal kertas surat lama masih menumpuk. Akibatnya, mau tidak mau instansi B yang merupakan jelmaan lembaga lama harus membuat kertas kop baru, logo baru stempel baru yang kesemua itu jelas konsekwensinya harus mengeluarkan uang banyak.

Demikian juga halnya dengan persoalan buku pelajaran. Dimana selama tiga dasa warsa pembangunan berkelanjutan di era Orba, persoalan buku paket pelajaran tidak jadi persoalan, karena pemerintah menyediakannya secara massal dan dirasakan rakyat dari Sabang hingga Meroke. Namun lain halnya yang terjadi saat ini. Tahun ini pakai buku A tahun besok pakai buku B.

Itu hanyalah sebuah contoh kecil dari akibat perubahan kebijakan yang dilakukan di jajaran pemerintahan. Dan masih banyak lagi akibat-akibat lainnya yang harus ditanggung, baik terkait masalah pendanaan, mapun terkait sasaran pembangunan berkelanjutan yang ingin dicapai di negeri ini.

Contoh lain, dari perubahan kebijakan itu adalah, terjadinya peleburan sejumlah lembaga pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Di antaranya, departemen pemerangan, departemen sosial, dan terakhir lembaga Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di tingkat kabupaten/kota. Padahal lembaga lembaga itu memiliki tenaga-tenaga fungsional yang bisa langsung menyentuk pada lapisan masyarakat terendah untuk menyampaikan maksu dan tujuan pembangunan. Seperti adanya tenaga penyuluh lapangan pertanian, kehutanan, perikanan, kesehatan, penyuluh penerangan, penyuluh lapangan Keluarga Berenana dan sebagainya.

Berbagai akibat pun muncul ke permukaan. Dan yang lagi hangat-hangatnya dibicarakan saat ini adalah soal terjadinya pembengkakan pertumbuhan penduduk Indonesia. Padahal di era tahun 1980-an dan 1990-an, Indonesia memasuki masa gemilang dalam hal menekan angka pertumbuhan penduduk. Dan ini jadi perhatian internaional.

Namun sejak era desentralsasi yang diikuti dengan penyerahan sebagian aset pusat ke daerah roh BKKBN di daerah seakan tidak lagi terdengar. Selain lembaganya dilebur, tenaga-tenaga fungsional yang selama ini jadi andalan pemerintah dialih fungsikan menjadi tenaga teknis.

Akibatnya, pertumbuhan penduduk tidak dapat terkendali, ancaman baby boom pun sudah di pelupuk mata. Dan ini jelas akan menjadi beban berat bagi pembangunan, baik di daerah maupun secara nasional. Berbagai persoalan kependudukan pun akan muncul secara besar, seperti permasalahan pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan dan sebagainya.

Lantas, kalau hal ini terus berlanjut, di mana letak manisnya pembangunan berkelanjutan yang pernah dirasakan rakyat Inonesia selama tiga dasa warsa di era Orde baru. Akankah sistem yang kejab berubah kejab ganti ini akan berakhir.***

0 komentar:

YASRIL RIAU Desain ByHendrawan and Support by Ridwan CCMD. All Right Seserved

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com