SAUDARA KU DI MANA PUN BERADA, SEIRING DATANGNYA 1 RAMADHAN 1433 H, MARILAH KITA SALING MEMBERSIHKAN DIRI, KEPADA ALLAH SWT KITA BERTAUBAT SESAMA MANUSIA KITA SALING BERMAAF-MAAFAN. MARI KITA PERBAIKI HUBUNGAN SILATURAHIM SESAMA UMAT, TERUTAMA PADA ORANG TUA, SUAMI ISTRI, SESAMA SAUDARA SEDARAH SERTA DENGAN KAUM KERABAT, JIRAN TETANGGA. SEMOGA DENGAN CARA DEMIKIAN, KITA BISA MENJALANI IBADAH PUASA DENGAN TENANG DAN MENDAPATKAN PAHALA YANG SETIMPAL DI SISI aLLAH SWT. UNTUK ITU, SAYA ATAS NAMA PRIBADI DAN KELUARGA MENGUCAPKAN SELAMAT MENJALANI IBADAH PUASA, MOHON MAAF ZAHIR DAN BATIN. SAUDARA KU, SESUNGGUHNYA BERHAJI MERUPAKAN SALAH SATU RUKUN ISLAM, YANG UNTUK MENJALANKANNYA KITA HARUS MEMILIKI TRESHOLD (NILAI AMBANG BATAS), KELAYAKAN, BAIK JASMANI, ROHANI MAUPUN MATERI. MAKANYA KALAU SUDAH SIAP, SEGERAKANLAH!!

Sunday 10 August 2008

Melihat Riau di Usia 51 Tahun

. Sunday 10 August 2008

Masih Banyak Persoalan Belum Terselesaikan
Oleh Yasril

BANYAK sudah kemajuan yang dicapai Riau dalam usia 51 tahun, tepatnya sejak berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah 9 Agustus 1957 silam. Tapi, harus diakui tidak sedikit persoalan dan tan-tangan yang belum terselesaikan dan akan dihadapi negeri ini ke depan.


Sebut saja misalnya, masih tingginya angka kemiskinan, rendanhnya tingkat pendidikan rakyat, kurangnya sekolah dasar dan menengah untuk kaum miskin. Tingginya pertumbuhan penduduk dan pengangguran. Belum tersedianya data kependudukan yang akurat, masih kur¬angnya infrastruktur memadai, perlunya percepatan Dumai sebagai KEKI serta persoalan Listrik yang tak terselesaikan

Selain pun, banyak target yang kini masih diidamkan Riau ke depan dengan visi Riau 2020, seperti mewujudkan status Riau sebagai daerah otonomi khusus dengan harapan bisa memperoleh dana bagi hasil (DBH) yang relatif besar dibanding yang didapat saat ini, seperti halnya Aceh, Papua dan daerah lainnya di Indonesia.

Selain itu, yang juga telah menasional adalah menggesa pember¬lakuan Dumai menjadi kawasan ekonomi khusus di Indonesia (KEKI) atau free trade zona (FTZ) yang didukung dengan kesiapan infrastruktur memadai, baik darat, laut maupun udara, mempersiapkan Riau sebagai pusat pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) serta progran Riau Membaca yang diharapkan mampu meningkatkan pola pikir masyarakat, terutama di pedesaan.

Akankah setumpuk masalah dan target yang akan diraih Riau ke depan tersebut bisa terlaksana dengan baik, atau hanya sekadar janji untuk generasi Riau ke depan? Inilah yang perlu jadi perhatian bersama di usia Riau yang saat ini 51 tahun.

Masyarakat Miskin
Satu hal yang hampir setiap tahun jadi pembicaraan banyak pihak, baik eksekutif, legislatif, pemerintah pusat dan daerah maupun masyarakat banyak, adalah tingkat kemiskinan masyarakat Riau yang masih tinggi. Padahal, daerah ini merupakan daerah penyumbang devisa terbesar di Indonesia, selain Aceh, Kaltim dan Papua.

Persoalan kemiskinan ini sebenarnya bisa diatasi secara bertahap dari berbagai sektor. Sektor pertanian misalnya. Dengan kondisi Riau yang masih hijau itu banyak hal yang bisa dikembang¬kan di sektor pertanian ini, sehingga selain mampu mendongkrak kondisi kemiskinan rakyat, juga mampu membuka lapangan kerja baru. Ini bisa dilakukan dengan mengembangkan pertanian dasar yang diikuti dengan usaha lanjutannya, seperti, agro bisnis, agro industri serta kegiatan industri turunan dari hasil perkebunan.

Memang dalam menangani masalah ini tidak bisa hanya oleh satu pihak Pemprov saja, tapi harus melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk pihak swasta yang berinvestasi. Kalau hanya mengandalkan upaya Pemprov dengan alokasi dana di APBD jelas akan lamban.

Buktinya, ketika APBD provinsi dan kabupaten/kota di Riau hanya sekitar Rp625 miliar kehidupan masyarakat di pedesaan cukup menyedihkan, tetapi sekarang ketika APBD di Riau sudah mencapai triliunan, kondisi kehidupan masyarakat di pedesaan begitu-begitu juga atau tidak bergerak. Bahkan masih banyak desa yang hingga kini belum dialiri listrik dan terisolir.

Memang, dalam masalah ini tidak perlu mencari kambing hitam, persoalan kemiskinan di Riau harus dilihat dari berbagai sudut pandang, sebab, banyak faktor yang mempengaruhinya. Antara lain, masalah ketersediaan data akurat. Apakah data yang dipaparkan dan jadi pegangan dari tahun ketahun itu akurat, atau hanya sebatas proyek pengadaan data, tanpa diketahui data berapa sebenarnya keluarga miskin itu, di mana posisinya, siapa orangnya.

Sebelum otonomi daerah, memang BKKBN sebagai data pembanding bagi Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendataan secara door to door, tapi sejak otonomi bergulir dan BKKBN tidak lagi mengakar di lapis bawah, sebagai akibat petugasnya dialihfungsikan, apakah pendataan itu masih berlangsung? Atau hanya sekadar rekayasa dan terka-terka belaka.

Kalaupun ada BPS, Balitbang, mereka lebih banyak melakukan pengolahan data berdasarkan sample dan dengan pola proyeksi. Padahal untuk melihat tingkat kemiskinan itu tidak bisa hanya dengan pola sample itu.

Faktor yang juga tak kalah pentingnya, adalah tingginya pertumbuhan penduduk Riau, baik dari kelahiran maupun urbanisasi atau perpindahan penduduk ke Riau. Ini jelas menjadi beban di masa sekarang dan ke depan. Mereka dengan berbagai profesi dan bidang kerja bahkan juga pencari kerja berdatangan, tidak hanya dari berbagai daerah dan kota di Pulau Sumatera saja, tapi juga dari luar Sumatera, seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya.

Keberadaan Riau secara geografis dan ekonomis sebenarnya sangat menguntungkan dibanding provinsi lain di Sumatera. Ini bukan saja disebabkan posisinya tepat di tengah pulau Sumatera yang juga membuka akses se seluruh provinsi di Sumatera dan kota lain di Indonesia, tapi juga berbatasan langsung dengan negara tetangga yang jauh lebih maju dibanding Indonesia.

Kondisi seperti ini harus mampu dicerna sebagai suatu peluang untuk lebih maju di banding masa silam. Riau, kalau ingin maju, harus memiliki suatu komitmen dan kesamaan pandang dalam memberdayakan potensi daerah dan keuangan negara lebih besar di Riau.

Salah satu caranya kita harus merebut otonomi khusus. Sebab, hanya dengan cara demikianlah Riau akan mendapat porsi yang lebih besar untuk melengkapi infrastruktur yang kurang yang pada gilirannya bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan. Itu pun kalau uang yang akan didapat tidak disalahgunakan.

Sejumlah wacana yang saat ini berkembang di Riau, seperti menjadikan Dumai sebagai kawasan ekonomi khusus Indonesia (KEKI), persoalan kelistrikan yang belum ada penyelesaian secara nyata dan kekurangan infrastruktur jalan, sekolah, akan bisa tersele¬saikan, kalau daerah ini memiliki uang banyak.

Sebagai contoh, untuk meujutkan Dumai sebagai KEKI, harus disertai dengan kelengkapan infrastruktur jalan yang representatif yang bisa menghubungkan Dumai dengan pusat provinsi, kesiapan pelabuhan Dumai menjadi pelabuhan internasional yang representatif, rute kereta api serta akses ke provinsi lain di Sumatera dan Indonesia.***

0 komentar:

YASRIL RIAU Desain ByHendrawan and Support by Ridwan CCMD. All Right Seserved

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com