SAUDARA KU DI MANA PUN BERADA, SEIRING DATANGNYA 1 RAMADHAN 1433 H, MARILAH KITA SALING MEMBERSIHKAN DIRI, KEPADA ALLAH SWT KITA BERTAUBAT SESAMA MANUSIA KITA SALING BERMAAF-MAAFAN. MARI KITA PERBAIKI HUBUNGAN SILATURAHIM SESAMA UMAT, TERUTAMA PADA ORANG TUA, SUAMI ISTRI, SESAMA SAUDARA SEDARAH SERTA DENGAN KAUM KERABAT, JIRAN TETANGGA. SEMOGA DENGAN CARA DEMIKIAN, KITA BISA MENJALANI IBADAH PUASA DENGAN TENANG DAN MENDAPATKAN PAHALA YANG SETIMPAL DI SISI aLLAH SWT. UNTUK ITU, SAYA ATAS NAMA PRIBADI DAN KELUARGA MENGUCAPKAN SELAMAT MENJALANI IBADAH PUASA, MOHON MAAF ZAHIR DAN BATIN. SAUDARA KU, SESUNGGUHNYA BERHAJI MERUPAKAN SALAH SATU RUKUN ISLAM, YANG UNTUK MENJALANKANNYA KITA HARUS MEMILIKI TRESHOLD (NILAI AMBANG BATAS), KELAYAKAN, BAIK JASMANI, ROHANI MAUPUN MATERI. MAKANYA KALAU SUDAH SIAP, SEGERAKANLAH!!

Monday 17 November 2008

Teknik Peliputan dan Wawancara

. Monday 17 November 2008

Oleh Yasril
Salah seorang peserta pelatihan jurnalistik bertanya, ‘’Apakah kebebasan yang dimiliki seorang wartawan merupakan kebebasan absolut. Lantas kenapa terjadi pengusiran wartawan dan pemukulan wartawan saat peliputan berita,’’


SUATU hari saya mendatangi pejabat yang sebelumnya marah-marah akibat pemberitan tentang di media massa. Padahal tujuan saya untuk konfirmasi berita lainnya, meski dalam hati, terbersik kemungkinan Sang pejabat akan marah besar bila berjumpa saya, seperti yang dialami rekan wartawan lainnya.

‘’Tok, tok, tok,… Assalammualaikum,’’ sapa saya dari balik pintu berkaca film. Saya memperhatikan, sang pejabat tengah asyik dengan tugas rutin-- memperhatikan cacatan yang ada di mejanya.
Tak lama kemudian terdengar suara dari dalam ruangan, ‘’Ya, waalaikum sallam, masuk,’’ katanya singkat.

‘’Sebentar ya, silakan duduk, paparnya lagi sambil terus menyelesaikan tugas rutinnya. Taka lama kemudian ia pun bangkit dari tempat duduknya menuju sofa dan saya pun berdiri sambil mengulurkan tangan, sambil berucap, ‘’ Sehat, pak.’’ ‘’Ya, Alhamdulillah,’’ katanya sambil duduk.

‘’Bagaimana? Ada berita lagi,’’ katanya sambil mengarahkan ke berita sebelumnya. ‘’Saya kena marah sama pak wali. Keluarga saya malu, anak saya sudah SMA, malu sekolah. Tapi, saya terima kasih, anda memuat lengkap konfirmasi. Cuma kawan-kawan lain tu,..,’’ tuturnya lagi.

‘’Ah,… biasalah Pak. Kalau bagi kami, berita yang akan diturunkan itu harus lengkap. Ada konfirmasi. Satu lagi, kita boleh mencubit orang, tapi orang tidak merasa sakit. Kita boleh menampar muka pejabat, tapi pejabat senyum.’’ ‘’Bagaimana pula caranya,’’ Tanya pejabat bersangkutan. Suasana yang semula terlihat agak tegang pun mencair.

***

RESEP ini sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi dunia jurnalistik. Saya sendiri mendapatnya dari Pak Dahlan Iskan, big bosnya Jawa Pos Media Grup, sekitar 15 tahun silam—Saat mengikuti penataran bagi redaktur-redaktur halaman Kota se Jawa Pos Grup di Surabaya. Bagi Pak Dahlan sendiri, ilmu tersebut tentulah ia dapatkan jauh-jauh hari, bahkan mungkin sudah ada sejak generasi sebelum-sebelumnya.

Kembali ke pertanyaan peserta pelatihan tadi, kenapa terjadi pengusiran dan mungkin juga pemukulan wartawan dengan dalih kebebasan pers dan dilindungi undang-undang.

Jawabnya singkat. Mungkin si wartawan tidak jujur dalam mencari berita. Mungkin juga terjadi miss komunikasi dan perlunya intropeksi diri.

Inilah yang sering terabaikan oleh sebagian kaum jurnlis, terutama bagi pemula. Padahal meski di negeri ini ada kebebasan pers dan itu dilindungi oleh undang-undang, tidak serta-merta bebas melakukan semaunya. Artinya masih ada etika-etika yang harus dilalui dan dilakukan oleh seorang jurnalis.

Dan di sini pulalah peran lembaga kehumasan yang dibentuk di masing-masing instansi, baik pemerintahan maupun swasta, baik elsekutif, legislative dan yudkatif. Humas diharapkan bias menjembatani antara tugas-tugas kewartawanan dengan nara sumber. Makanya humas dan wartawan diharapkan mampu sinergi dengan tugas-tugas kewartawanan yang dilakoni pers.

Salah satu praktik nyata di lapangan, yang harus dilakukan oleh seorang wartawan adalah memperkenalkan diri dan media kita kepada nara sumber yang akan diwawancarai. Mungkin bisa dimulai dengan kata-kata Assalammualaikum, selamat siang, selamat malam, salam sejahtera dan lainnya.

Ini perlu dilakukan, terlebih lagi terhadap nara sumber yang baru pertama kali kita kenal. Kita harus permisi kalau masuk ke rumah orang, jangan mentang-mentang kita memegang kebebasan, lantas semaunya. Sekali lagi jangan

Kalau perlu berjabat tangan dan menanyakan kondisi kesehatannya. Dari sana akan terlihat kemungkinan apakah seorang pejabat itu akan bisa menjawab pertanyaan yang nantinya akan kita ajukan atau tidak

Tujuannya, adalah agar dalam proses peliputan, reportase tidak mengalami kendala berarti. Tidak dianggap macam-macam. Ya mungkin mata-mata, intel, atau pun wartawan gadungan. Setidaknya kita telah membuka hubungan dengan nara sumber dengan arif dan bijak.

Langkah selanjutnya barulah masuk pada inti persoalan yang kita maksud. Di sini pun sebaiknya tidak langsung pada pertanyaan yang menghujam atau menikam nara sumber. Tapi mulailah dengan hal-hal yang sederhana, dan secara perlahan barulah masuk pada pokok persoalannya.

Untuk memulai itu semua tentulah seorang wartawan harus menguasai persoalan yang akan ditanyai atau diliputnya itu. Ini akan didapat kalau wartawan seing membaca, mendengar dan melihat. Membaca berita orang lain, membaca berita kita sendiri, buku-buku atau majalah dan sebagainya. Sebab jika tidak, selain akan akan terputusnya komunikasi dua arah, si wartawan akan melongo dengan ketidaktahuannya terhadap persoalan.

Bahkan bukan tidak mungkin akan timbul persepsi dari nara sumber, ‘’wartawan apa ini?’’. Sementara di benak banyak nara sumber, wartawan dianggap orang yang serba tahu, karena sesuai tugasnya mencari tahu terhadap sesuatu dan akan diinformasikan pada orang lain.

Selanjutnya, karena dalam penulisan berita atau laporan, seorang wartawan tidak akan terlepas dari konsep dasar penulisan yakni unsure 5 W + 1H (what--apa, who--siapa, why--mengapa, when--kapan, where—di mana, how—bagaimana), sebaiknya memulai pertanyaan dengan kata-kata tersebut. Sehingga wartawan pun akan terbantu dalam penulisan berita atau laporan.

Bagi para pemula, kalau perlu sebelum mewawancarai, dibuatkan dulu kisi-kisi pertanyaan, sehingga runut. Selain perlunya buku catatan atau alat tulis, kalau dapat juga tersedia rekaman, sehingga bisa meminimalisir kemungkinan yang terlupa atau tertinggal. Atau untuk membedakan mana-mana yang off the record, saat penulisan .

Lain halnya bagi seorang wartawan yang bepengalaman dan menguasai masalah. Terkadang, di lapangan kita melihat adanya seorang wartawan yang terkesan tidak mempergunakan alat tulis atau rekaman pada sat wawancara. Tapi proses wwancara tetap berlangsung dan hanya mengandalkan daya ingat dan penguasaan masalah. Alata tulis dan rekaman terkadang hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang urgen. Seperti untuk merekan statemen-statemen yang khusus. Atau mencatat identitas nara sumber dan sebagainya.

Pengajuan pertanaan oleh wartawan yang berpengalaman sekali pun, tetap saja mengacu pada unsure-unsur pemberitan yang memuat unsure 5 W + 1 H itu. Bedanya, mungkin pada penggunan kata-kata Tanya. Mereka umumnya lebih pada sifat menggali dengan banyak menggunakan kata-kata, why dan how (mengapa, bagaimana).

Sebab, pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata mengapa dan bagaimana itu, umumnya akan menghasilkan jawaban panjang dan uraian. Beda halnya dengan kata-kata ; dimana? Jawabnya hanya satu (si sini atau di sana), siapa? Jawabnya hanya satu (si Polan, si Badu atau lainnya), Kapan? (kemarin, tadi dan sebagainya), atau pertanyaan yang dimulai dengan kata apakah? (jawabnya juga singkat ya atau tidak.)

Kalau seorang wartawan memulai pertanyaan dengan kata-kata mengapa dan bagaimana?, maka selain kemungkinan mendapatkan jawaban lebih panjang dan lengkap, juga akan bisa menimbulkan pertanyaan galian lainnya. Bahkan bukan tidak mungkin dari pertanyaan-pertanyaan itu akan didapat data-data dan fakta baru yang menarik untuk diberitakan.

Satu hal lagi, jangan puas hanya dengan satu nara sumber. Lakukan check dan recheck dan kalau bisa peroleh data-data pelengkap lainnya.

Terkait pencantuman identitas nara sumber, seorang wartawan perlu mengetahui secara lengkap, kalau perlu dengan titel dan kepangkatan atau gelarnya. Dan jangan malu untuk meminta agar nara sumber menulis sendiri identitasnya. Agar dalam penulisan nantinya tidak salah.

***

Jika ini telah dilakukan dan mendapatkan materi berita yang cukup memuaskan, barulah masuk pada penulisan berita yang dimaksud.

Khusus masalah penulisan berita, yang terpenting diperhatikan adalah penggunaan kata-kata, tata bahasa, kalimat dan sebagainya. Karena pembaca berita yang anda buat itu berasal dari berbagai ragam etnis, suku, agama, ras dan sebagainya. Jangan sampai ada yang menyinggung ranah SARA. Berita harus seimbang, dan tidak memihak.

Selamat Mencoba wawancara.***

0 komentar:

YASRIL RIAU Desain ByHendrawan and Support by Ridwan CCMD. All Right Seserved

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com