SAUDARA KU DI MANA PUN BERADA, SEIRING DATANGNYA 1 RAMADHAN 1433 H, MARILAH KITA SALING MEMBERSIHKAN DIRI, KEPADA ALLAH SWT KITA BERTAUBAT SESAMA MANUSIA KITA SALING BERMAAF-MAAFAN. MARI KITA PERBAIKI HUBUNGAN SILATURAHIM SESAMA UMAT, TERUTAMA PADA ORANG TUA, SUAMI ISTRI, SESAMA SAUDARA SEDARAH SERTA DENGAN KAUM KERABAT, JIRAN TETANGGA. SEMOGA DENGAN CARA DEMIKIAN, KITA BISA MENJALANI IBADAH PUASA DENGAN TENANG DAN MENDAPATKAN PAHALA YANG SETIMPAL DI SISI aLLAH SWT. UNTUK ITU, SAYA ATAS NAMA PRIBADI DAN KELUARGA MENGUCAPKAN SELAMAT MENJALANI IBADAH PUASA, MOHON MAAF ZAHIR DAN BATIN. SAUDARA KU, SESUNGGUHNYA BERHAJI MERUPAKAN SALAH SATU RUKUN ISLAM, YANG UNTUK MENJALANKANNYA KITA HARUS MEMILIKI TRESHOLD (NILAI AMBANG BATAS), KELAYAKAN, BAIK JASMANI, ROHANI MAUPUN MATERI. MAKANYA KALAU SUDAH SIAP, SEGERAKANLAH!!

Sunday 18 January 2009

Riau Pos 17-januari 1991-2009

. Sunday 18 January 2009

‘’Kita harus Menguasai Riau. Riau Pos Harus Besar’’


‘’Hari ini kertas kita sudah menipis. Esok lusa belum tentu bisa terbit, kalau kertas tak ada,’’ kata Pak Rida, bos Riau Pos sekitar 17 tahun silam, tepatnya ketika Riau Pos masih bermarkas di perempatan Jalan Cempaka-Teratai.

‘’Ril, berangkatlah engkau nanti malam (lupa hari dan tanggalnya) ke Padang, beli kertas, ini uang. Aku tak tahu caranya, yang penting ngkau bawa kertas pakai truk untuk cetak Koran kita. Besok kertas habis,’’ katanya lagi sambil menyodorkan setumpuk uang kertas kepada saya siang itu.

‘’Engkau carilah kertas di Haluan, Singgalang atau Canang. Pokoknya kau bawa kertas, Ku tunggu. Coba juga cari kawan awak di situ untuk koresponden di Sumbar, awak kan tahu Sumbar,’’perintahnya. –Sebab, sebelum bergabung dengan Riau Pos, saya pernah di Harian Singgalang, Padang sambil kuliah di IKIP Padang.

Saya pun berangkat menggunakan bus AKAP dan berhenti di Tabing menuju Mingguan Canang dan selanjutnya ke Haluan dan Singgalang. Di sana saya jumpa dengan Jef--Jayusdi Effendi – salah seorang wartawan Canang di Padang--Kini bosnya Pos Metro Padang dan mengajaknya bergabung sebagai koresponden Riau Pos di Sumbar. Selain itu juga jumpa dengan Afrimen dan M Sibert.

Secara perlahan Riau Pos pun masuk ke Sumbar. Kalau sebelumnya Koran Sumbar yang merambah pasar Riau, kini Grup Riau Pos berjaya di sana. Bahkan selain mendirikan Koran Padang Ekspres di Padang juga berdiri televisi yang juga di bawah bendera Riau Pos Grup.

Begitulah sulitnya menerbitkan Koran Riau Pos masa itu. Ketika itu harian tidak ada yang terbit di Riau, kalau pun ada yang beredar, masih Koran dari luar, seperti Haluan, Singgalang, Semangat, serta sejumlah Koran dari Sumut dan Jakarta.

Jangankan untuk menjual Koran, kertas untuk membuat Koran itu pun sering kurang. Tidak seperti saat ini, stok kertas selalu ada, belum habis, perusahaan sudah mendatangkan stok kertas, sehingga hampir tidak pernah kertas di Riau Pos mengalami kekurangan.

Satu hal yang ditanamkan pak Rida ketika itu untuk menumbuhkan kebersamaan, setiap karyawan harus bisa menjual koran., melalui tetangga, kenalan, nara sumber dan sebagainya. Dan yang terpenting lagi adalah bagaimana menanamkan kepercayaan pembaca, terutama nara sumber bahwa Riau Pos merupakan Koran harian satu-satunya di Riau, ketika itu.

‘’Kita harus menguasai Riau. Riau Pos harus besar, Koran lain harus keluar,’’ kata Rida K Liamsi memompa semangat juang kawan-kawan dalam suatu rapat redaksi di ruang atas Ruko di perempatan Jalan Cempaka-Teratai tahun 1992.

Ini dilakukan secara bersama tanpa harus memikirkan imbal usahanya. Sebab, jangankan untuk imbal usaha, bayar gaji karyawan pun ketika itu masih sulit. Gaji karyawan senilai Rp50.000 pun terkadang dibayarkan pada tanggal 45, bahkan juga ada yang tanggal 60. Mungkin kawan-kawan yang masuk kemudian tak percaya, tapi itulah adanya. Sekarang tentu tidaklah demikian lagi, bahkan sejumlah karyawan pun telah menduduki posisi penting di perusahaan dan anak perusahaan.

Era 1990-an, memang merupakan masa sulit bagi Riau Pos, karena selain keterbatasan modal ketika itu, tempat pun masih pindah-pindah. Bahkan peralatan yang digunakan pun ala kadarnya dan melakukan monting secara manual. Untuk membuat halaman Koran, dengan sembilan kolom harus dilakukan secara manual ketika itu. Bahan berita yang telah siap dibuat wartawan dan diedit redaktur harus dicetak panjang satu kolom dan setelah itu baru dipotong-potong dan disusun di atas kertas menjadi sembilan kolom.

Ini memerlukan kejelian, agar tidak ada kalimat yang terpotong, terbuang atau salah letak, itu pun korannya masih hitam putih. Tidak seperti sekarang yang dilakukan secara komputerisasi, semua di lay out di dalam computer. Bahkan setelah dilay out pun langsung di cetak ke dalam plat, tidak lagi menggunakan film apalagi kalkir.

Semua itu dilakukan dengan modal ketekunan, kebersamaa dan keyakinan. Sehingganya secara perlahan Riau Pos pun mulai menampakkan jati dirinya dan dipercaya masyarakat. Bahkan selain mampu menguasai pasar media massa di lima provinsi di Sumatera (Riau-Kepulauan Riau-Sumbar, Sumut dan Aceh), Riau Pos pernah melakukan cetak jarak jauh ke Batam, sebagai ganti rencana pembelian heli kopter untuk menjangkau pasat di kepulauan masa itu. Yang pasti, dari sebuah koran hitam putih sembilan kolom, kini Riau Pos telah memiliki lebih 25 anak perusahaan, baik media cetak maupun elektronik.

Meski itu hanya sekelumit cerita yang telah berusia belasan tahun dan merupakan sejarah masa lalu, namun tidak ada salahnya untuk diingat. Setidaknya sebagai renungan dalam rangka 18 tahun usia Riau Pos.

Selamat Riau Pos
Selamatkan Riau Pos
Agar tetap terdepan percaya

0 komentar:

YASRIL RIAU Desain ByHendrawan and Support by Ridwan CCMD. All Right Seserved

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com