KASUS prostitusi, minuman keras dan judi, sebenarnya bukanlah hal yang baru. Bahkan sejak zaman kenabian hal ini pun sudah ada. Sehingganya dalam kitab-kitab suci umat manusia selalalu diperingatkan agar tidak terjebak dan terjerumus ke alam kenistaan itu.
Namun kenyataannya, tidak sedikit dari umat-umat di dunia ini yang telah membuat kerusakan pada diri mereka masing-masing, sehingga mereka pun akan merasakan akibat perbuatannya itu, termasuk di Riau sendiri.
Salah satunya adalah kecanduan minum minuman keras sehingga menimbulkan berbagai penyakit. Kecanduan judi yang mengakibatkan seringnya terjadi percekcokan, bahkan sampai pembunuhan dan sebagainya. Demikian juga kegiatan prostitusi, yang berdampak pada tingginya kasus penjualan wanita, atau manusia, munculnya tempat-tempat maksiat dan menyebarnya berbagai penyakit kelamin yang mematikan, seperti HIV/AIDS dan sebagainya.
Riau sebagai daerah berkembang pun tidak lepas dari ancaman perkembangan penyakit menular seksual itu. Bahkan berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Riau, pertumbuhan kasus HIV/AIDS di Riau sangat tinggi seiring perkembangan pembangunan daerah.
Data selama 2008 saja, di Pekanbaru ditemukan sedikitnya 200 kasus HIV/AIDS. Dan ini angka terbesar dibanding kabupaten/kota lainnya di Riau. Kasus ini ditemukan di beberapa tempat yang dinilai rawan sebagai tempat penyebaran. Bahkan korbannya pun dari berbagai kalangan, mulai dari kaum ibu rumah tangga, karyawan serta dari kalangan mahasiswa/pelajar. Kondisi ini sangat memilukan, bila kita harus berpikir tentang kondisi masa depan.
Selain itu, di Dumai ditemukan 29 kasus HIV/AIDS, Kabupaten Rokan Hilir 16 kasus, Rohul 10 kasus, Inhil 9 kasus, Siak 9 kasus, Bengkalis 8 kasus, Kampar 7 kasus, Pelalawan 6 kasus, Indragiri Hulu 5 kasus dan Kabupaten Kuantan Singingi 2 kasus.
‘’Itu baru yang terdata. Artinya masih banyak kasus HIV/AIDS yang belum terdata, sebagai akibat masih banyaknnya praktik-praktik free seks, baik di kalangan pasangan usia subur maupun yang telah bekeluarga serta mahasiswa. Enggannya masyarakat untuk memeriksakan diri secara sukarela ke klinik-klinik yang telah ditetapkan. banyaknya pasangan yang enggan menggunakan kondom saat melakukan hubungan badan,’’ kata Plt Kepala BKKBN Riau Drs H Pengadilan Nst.
Padahal paparnya, hingga saat ini kondom merupakan alat yang mampu memproteksi diri dari kasus-kasus penyakit kelamin saat berhubungan badan. Selain itu, kondom juga meruapakan salah satu alat kontrasepsi untuk memproteksi kehamilan sebagai upaya mengatur jarak kelahiran. BKKBN sendiri sudah melakukan berbagai upaya mensosialisasikan penggunaa kondom, tapi masih saja ada yang enggan menggunakan. ‘’Saya menghimbau, jangan alergilah dengan kondom, termasuk para pejabat kita yang masih melarang pemasangan vanding machine di tempat-tempat rawan penyebaran HIV/IDS,’’ katanya.
Dalam pada itu, salah satu anggota Komisi penanggulangan AIDS Provinsi Riau drg H Burhanuddin Agung MM dalam ceramahnya pada acara rapat koordinasi dan sekaligus sosialisasi penanggulangan HIV/AID KPAD Kabupaten Kampar beberapa hari lalu pun mengingatkan hal itu.
‘’Penyebaran penyakit AIDS yang didahului penderita terserang virus HIV yang berakibat ketahanan tubuh dari hari ke hari terus menurun berawal dari lelaki atau wanita yang suka jajan di luar, transfusi darah, jarum suntik pada pengguna narkoba,’’ papar Burhanuddin Agung yang juga Kasubdin Pelayanan Kesehatan dan Gisi pada Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
Bahkan di hadapan para pejabat kampar, Burhanuddin pun buka-bukan mengupas masalah HIV/AIDS ini. Patut diketahui semua pihak bahwa sejak 3 bulan “Itunya” (kelamin pria, red) kontak dengan pekerja seks terjangkit AIDS maka barulah pemilik “Itunya” merasakan akibatnya dan yang bersangkutan baru terserang AIDS stadium I. Dengan demikian bisa jadi orang yang sudah tertular penyakit AIDS tidak mengetahui bahwa dirinya sudah terserang AIDS.
Selanjutnya bila seseorang telah mengetahui bahwa dirinya telah terserang virus HIV atau terserang Aids dan memerlukan pengobatan, maka pengobatan harus dilakukan seumur hidup dan harus mengkonsumsi obat setiap hari dan pada jam yang sama.
Biaya pengobatan untuk setiap bulannya sebesar minimal Rp900.000,- di luar pembelian suplemen. Khusus bila penderita kasus AIDS meninggal dunia, maka perlu juga diketahui bahwa tata cara memandikan, mengapani memerlukan perlakuan khusus agar petugas yang memandikan dan mengapani tidak tertular AIDS.
Wauu, sungguh merepotkan. Makanya hati-hati memilih pasangan, jangan suka jajan di luar dan jangan sering gonta-ganti pasangan serta hindari prilaku free seks. Yang pasti, setialah pada pasangan anda. Ingat anak bini di rumah.(ril)