BERITA menakutkan bagi semua tenaga kerja dan juga termasuk karyawan di PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) itu akhirnya datang juga. Tidak mempan dengan langkah efiisiensi besar-besaran yang dilakukan manajemen RAPP, akhirnya perusahaan bubur kertas itu pun menempuh jalan terakhir berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para karyawannya.
Presiden Direktur PT RAPP Rudi Fajar, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Hotel Pangeran Pekanbaru, Kamis (20/11) mengatakan, PHK ini merupakan alternatif terakhir, untuk menjaga kelangsungan perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Pelalawan, Riau.
Untuk tahap pertama, yang akan dimulai dalam pekan ini, tak kurang 1.000 orang karyawan unit produksi masuk daftar PHK, sedangkan 1.000 orang lainnya dirumahkan. Bila dalam perjalan selanjutnya kondisi perusahaan masih juga tidak membaik, khususnya terkait upaya pemenuhan keperluan bahan baku, RAPP (Riaupulp) tidak menutup kemungkinan akan mengambil tindakan PHK bagi mereka yang dirumahkan tersebut.
Dalam konferensi pers yang diikuti tak kurang dari 40 wartawan media cetak dan elektronik tersebut, Rudi yang didampingi Direktur Operasional RAPP Thomas Handoko, Manejer Perizinan Edward Wahab, Humas Nandik Sufaryono dan Troy Pantow menyebutkan, langkah PHK terhadap ribuan karyawan tersebut dilakukan sebagai dampak dari terganggunya aktivitas perusahaan terkait kondisi pasokan bahan baku kayu.
‘’Normalnya, RAPP mengolah tak kurang dari 6.000-7.000 ton per hari. Namun dengan kondisi saat ini, produksi yang bisa dilakukan hanya berkisar 2.000 ton. Kondisi ini menyebabkan perusahaan harus mengambil langkah efisiensi. Kami sudah mencoba menekan sejumlah biaya. Mulai dari operasional pabrik, listrik, perjalanan dinas. Namun, tetap saja itu tidak mampu menutupi operasional perusahaan,’’ jelas Rudi dengan mimik serius.
Lelaki muda, yang baru dipercaya memimpin perusahaan milik April Group tersebut beberapa tahun terakhir ini mengaku, kondisi saat ini adalah masa-masa tersulit dan keputusan yang diambil adalah melakukan PHK. ‘’Sebelumnya, kami sudah melakukan pemutusan kontrak dengan beberapa rekanan. Itu juga berimplikasi pada PHK terhadap karyawan perusahaan kontraktor tersebut. Jumlahnya juga mencapai ribuan orang. Tapi, itu memang sudah risiko supaya perusahaan bisa berjalan normal,’’ paparnya terkait isu pemutusan hubungan kerja sebelumnya sudah sempat beredar beberapa waktu lalu.
Penjelasan PT RAPP ini memang menjadi banyak pertanyaan bagi kalangan wartawan. Apalagi, informasi seputar PHK tersebut tidak dirinci secara tegas latar belakangnya. Rudi, dalam kesempatan tersebut sempat menyinggung perihal penahanan sebanyak satu juta meter kubik kayu milik PT RAPP yang tersebar di beberapa titik oleh pihak kepolisian.
‘’Kita berharap kayu tersebut bisa dimanfaatkan. Karena, dengan potensi sebesar itu bisa mendukung operasional pabrik satu hingga dua bulan ke depan dengan hitungan 6.000 ton per hari,’’ ujarnya.
Dalam rilis yang dibagikan, Direksi RAPP memberikan beberapa catatan, di antaranya adalah, supaya pemerintah Indonesia dapat menyelesaikan permasalahan yang menghambat kelancaran usaha perusahaan. Termasuk di antaranya untuk pasokan kayu PT RAPP dengan menegakkan kepastian hukum yang mendukung pada kelancaran usaha industri perkayuan, khususnya pulp dan kertas di Indonesia.
Selain faktor penahanan bahan baku kertas oleh kepolisian, Rudi juga sempat diberondong beberapa pertanyaan seputar pasokan yang mampu dipenuhi oleh areal Hutan Tanaman Industri (HTI). Hanya saja untuk hal ini, tidak ada jawaban dari perusahaan.
Lebih jauh seputar rencana PHK 1.000 orang karyawan, Humas RAPP Nandi Sufaryono menjelaskan, teknisnya akan dilakukan secara bertahap. ‘’Kita akan lakukan secara bertahap. Dalam beberapa hari ini namanya kita umumkan, setelah itu baru kita memroses hak-hak mereka, termasuk pesangon,’’ ujarnya.
Nandik juga tidak memperinci lebih detail tentang besaran uang pesangon yang akan diberikan perusahaan pengekspor pulp dan kertas terbesar di Asia ini bila melakukan PHK terhadap karyawannya.
‘’Pastinya, semua haknya akan dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kita belum bisa menghitung besarnya, karena, tiap karyawan pastinya jumlahnya tidak akan sama. Jadi nanti akan disesuaikan dengan ketentuan,’’ katanya.
Ketika ditanya apakah langkah yang diambil perusahaan ini sudah dikoordinasikan dengan pihak terkait, khususnya Dinas Tenaga Kerja, Rudi Fajar menyebutkan, pihaknya sudah berkoordinasi. Hanya saja, untuk teknisnya akan dibahas lebih jauh setelah ada pemberitahuan resmi kepada karyawan.
RAPP saat ini mempunyai tak kurang dari 4.000 karyawan yang direkrut langsung serta 10.000 karyawan tidak langsung. Jumlah tersebut, disebutkan Rudi Fajar, sudah termasuk tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk mendukung standarisasi produk yang akan digunakan untuk ekspor.
Tak kurang dari 53 orang tenaga kerja asing bekerja di areal usaha PT RAPP. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 persen di antaranya sudah dipulangkan ke negara asalnya karena pertimbangan efisiensi usaha perusahaan. ‘’Yah, termasuk ekspatriat, kita juga melakukan pengurangan. Tapi, hal tersebut sudah dilakukan beberapa waktu lalu, sebelum kondisi perusahaan seperti sekarang ini,’’ ungkapnya.
Karyawan Belum Mengambil Sikap
Rencana PHK ini sudah diketahui para pimpinan Serikat Pekerja (SP), Rabu (19/11) malam. Bahkan untuk menyikapinya, serikat pekerja menggelar rapat khusus, Kamis siang (20/11), di Balai Pekerja Riau Kompleks.
Hasilnya, karyawan hampir sepakat dapat menerima apapun keputusan top manajemen, dengan berbagai catatan. Tapi apa aksi yang akan diambil karyawan andai saja catatan yang bakal mereka tawarkan tidak dipenuhi, masih dirahasiakan. ‘’Ada empat keputusan yang disepakati, sambil kami menunggu keputusan manajemen,’’ kata koordinator Serikat Pekerja RAPP H Hamdani kepada Riau Pos di Pangkalankerinci. Saat diwawancarai, Hamdani didampingi lima orang pimpinan Serikat Pekerja dalam lingkungan RAPP.
Empat keputusan tersebut, pertama, karyawan sangat menyesalkan kebijakan PHK yang diambil oleh manajemen. Kedua, Karyawan menginginkan tidak akan terjadi lagi PHK pada perusahaan grup RAPP, jika hari ini (kemarin, red) sudah dilakukan. Ketiga, diserukan kepada Pemerintah Kabupaten Pelalawan, Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Pusat agar memperhatikan permasalahan bahan baku pada perusahaan RAPP. Keempat, terhentinya operasional RAPP akan membawa dampak kemiskinan baru terhadap ribuan orang.
Menurut mereka, hari ini 1.000 orang karyawan akan menerima panggilan resmi. Satu persatu mereka akan diberitahu, apa keputusan yang akan ditetapkan kepada orang per orang. Pilihannya cuma dua, PHK atau dirumahkan. Apapun keputusannya, Serikat Pekerja tetap melakukan konsolidasi untuk memperjuangkan catatan-catatan.
Catatan yang harus dipenuhi manajemen terkait rencana PHK ini adalah, pertama, PHK harus dilakukan menurut aturan ketenagakerjaan yang berlaku. Seperti pembayaran uang pesangon setara dengan 25 kali nilai gaji pokok dan sebagainya. Kedua, karyawan yang dirumahkan tetap diberikan gaji bulanan sebesar satu bulan gaji. Ketiga, jangka waktu merumahkan harus ditetapkan, dan pada saat waktunya telah sampai, mereka dipekerjakan kembali. Keempat, pada saatnya perusahaan kembali normal, karyawan yang telah di-PHK dapat mengajukan lamaran kerja kembali.
Selanjutnya, dalam masa menunggu berakhirnya krisis perusahaan, Serikat Pekerja ikut memperjuangkan nasib perusahaan ke pihak eksternal. ‘’Kami akan menemui Bupati, Gubernur dan Presiden RI Bapak SBY. Kami juga segera bicara dengan Komisi III, Komisi IV dan Komisi IX DPR RI. Maksudnya, meminta tanggungjawab pemerintah terhadap jaminan bahan baku industri pulp di Indonesia, khususnya RAPP. Kami akan mendesak dikeluarkannya paket regulasi baru yang membuka peluang tersediianya bahan baku,’’ tegas Hamdani.
Meski bakal didepak, karyawan RAPP sangat percaya bahwa kemelut yang terjadi bukan disebabkan kesalahan perusahaan. Namun lebih pada tidak adanya kepastian hukum hingga menjerat RAPP pada polemik tak berujung. Selain itu, selama ini pemerintah belum mampu memberikan iklim nyaman dalam investasi, misalnya tidak memberikan jaminan bahan baku industri pulp.
‘’RAPP tidak bersalah dalam perkara-perkara illegal logging yang pernah terjadi. Buktinya, tidak ada satu orangpun dari manajemen yang bisa dutetapkan sebagai tersangka,’’ tambahnya.
Dampak Krisis Ekonomi
PHK yang dilakukan RAPP ini merupakan dampak krisis finansial global sehingga menjadikan biaya produksi naik tinggi. Pernyataan ini diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau Hamdani Tarigan kepada Riau Pos Kamis (20/11) kemarin, di Pekanbaru. Selain itu, banyaknya peraturan pemerintah yang menghambat investasi dan kepastian hukum tidak jelas di Riau juga menjadi sebab lain perusahaan melakukan PHK.
‘’Banyaknya pungutan liar dari preman dan kepastian hukum meupakan permasalahan yang ada saat ini. Inilah kondisi yang sangat memberatkan perusahaan. Sudahlah mengeluarkan biaya operasional besar, gaji karyawan harus dibayar juga,’’ jelas Hamdani Tarigan.
Menurut dia, RAPP mengambil keputusan untuk melakukan PHK terhadap 1.000 karyawan dan juga merumahkan sekitar 1.000 karyawan lainnya demi menjamin keberlangsungan operasional PT RAPP. Hamdani memastikan, masih ada lagi PHK lain yang akan dilakukan perusahaan di Riau. Dia memastikan sebanyak 1.000 karyawan lagi bakal di PHK.
‘’Semua kondisi sekarang karena krisis ekonomi yang berkepanjangan dan ekonomi global saat ini,’’ ujarnya.
Oleh sebab itu, Hamdani mengharapkan pemerintah lebih peduli dengan perusahaan. Seperti, peraturan daerah (Perda), penghambat investasi dihapuskan dan pemerintah harus bisa menjamin kepastian hukum bagi perusahaan.
Gubri Prihatin
Sementara itu Gubernur Riau (Gubri) Drs H Wan Abubakar MS mengaku prihatin dengan kebijakan PHK yang diambil PT RAPP. Gubri berharap, perusahaan bisa mengambil kebijakan yang lebih berpihak kepada karyawan sehingga tindakan PHK bisa diantisipasi.
‘’Yang jelas dengan kondisi yang ada saat ini kita sangat prihatin sekali. Kita sebenarnya tidak menghendaki hal itu terjadi, karenanya solusi terkait hal ini harus dicari dengan sebaik-baiknya sehingga karyawan tidak menerima dampaknya,’’ ujar Wan Abubakar di Pekanbaru, Kamis (20/11).
Menurut Wan Abubakar, titik persoalan yang harus ditelusuri adalah apakah tindakan ini diambil karena krisis global yang terjadi saat ini atau karena perusahaan kekurangan pasokan bahan baku akibat berbagai kebijakan yang dihadapi perusahaan tersebut. Jika persoalan yang dihadapi perusahaan karena terjadi krisis global, tentunya pemerintah pusat harus mencari keluarnya, karena persoalan seperti ini terjadi secara menyeluruh dan global tidak hanya di Riau saja akan tetapi dibelahan dunia lainnya. Sebaliknya kalau persoalan ini terjadi karena persoalan kekurangan bahan baku industri tentu jalan keluarnya juga harus dilakukan.
‘’Beberapa waktu lalu kita sudah meminta laporan dari perusahaan terkait hal ini secara tertulis, namun sampai sekarang perusahaan belum memberikannya,’’ ujarnya.
Berikan Peluang Direkrut Kembali
Nada keprihatinan juga diungkapkan Ketua DPRD Riau H Johar Firdaus. Meski demikian, Johar juga berharap, setelah melakukan PHK perusahaan juga memberikan peluang kepada karyawan yang di-PHK untuk direkrut kembali jika kondisi perusahaan sudah membaik.
‘’Memang pihak manajemen PT RAPP telah melakukan pertemuan dengan saya sebelum mereka memutuskan untuk mem-PHK 2.000 karyawannya. Dalam pertemuan tersebut langsung dihadiri oleh Dirut PT RAPP Rudi Fajar dan menjelaskan masalah yang dihadapi oleh perusahaan pulp terbesar di Asia tersebut,’’ kata Johar Firdaus.
Caleg DPRD Riau Dapil Rohil-Rohul nomor urut dua ini mengharapkan, kepada karyawan yang di PHK dapat sabar menerima cobaan ini. Di samping itu jika suatu saat situasi perusahaan sudah membaik, maka karyawan ini diproritaskan untuk diterima kembali.
Johar lebih jauh mengatakan, dalam pertemuan tersebut dirinya mengharapkan sebelum melakukan PHK terhadap karyawan, sedapat mungkin kebijakan tersebut melalui proses yang ketat. Dalam artian, antara tuntutan kondisi perusahaan dengan upaya PHK harus benar-benar dipertimbangkan secara matang.
‘’Memang situasi yang dihadapi perusahaan begitu sulit. Karena keterbatasan bahan baku, ditambah lagi dengan situasi krisis global menyebabkan perusahaan yang hasil produksinya diekspor ini tidak bisa mengambil alternatif lain selain melakukan PHK,’’ ujar Johar.
Selain memberikan prioritas untuk direkrut kembali, sesuai dengan ketentuan dan peraturan Tenaga Kerja, Johar mengharapkan pihak perusahaan dapat memberikan pesangon kepada karyawan yang di-PHK. Pesangon ini penting artinya bagi karyawan untuk menyambung hidup dan mempergunakan dana tersebut untuk usaha lainnya.
‘’Saya tadi juga sudah menyarankan kepada pihak manajemen RAPP untuk melakukan koordinasi dengan pihak aparat keamanan. Bagaimanapun PHK ini memiliki kerawanan sosial,’’ kata Johar mengakhiri. .(bud/new/wws/gem/bun/fia/ril)
Klik disini untuk melanjutkan »»